Leupeut dan Gorengan, Dua Sejoli yang Paling Nikmat Disantap Barengan


Bagi masyarakat Indonesia khususnya orang Sunda, kehadiran leupeut dan gorengan seolah menjadi menu andalan yang biasa dinikmati oleh semua kalangan. Pasalnya, hampir di setiap sudut-sudut kota di berbagai wilayah, kita bisa menjumpai gerobak kaki lima yang menjajakan aneka gorengan dengan leupeut sebagai pelengkapnya. 

Nah, usul punya usul, eksistensi gorengan sebagai camilan ini memang sudah populer sejak zaman dahulu. Tepatnya di awal abad ke-19, saat masyarakat Indonesia mulai mengenal minyak kelapa sebagai bahan baku untuk mengolah makanan hingga muncul tradisi menggoreng dari hasil akulturasi budaya Tionghoa. 

Sementara itu, kehadiran leupeut dalam gorengan sendiri belum diketahui pasti sejak kapan mulai populer di masyarakat. Hanya saja, kebiasaan ini diperkirakan berkaitan dengan ciri khas orang Indonesia yang tidak bisa lepas dari nasi. Karena selain murah meriah, penganan ini memang terbilang praktis untuk mengganjal perut ketika lapar, khususnya kala sarapan.

Istilah leupeut sendiri merupakan sebutan untuk lontong dalam Bahasa Sunda. Leupeut atau lontong ini mulanya diadaptasi dari budaya Jawa. Dalam budaya Sunda, Leupeut mengandung makna filosofi tersendiri, yakni berasal dari kata Lepat, atau silep pangrapet. Filosofi ini bermakna bahwa setelah mengaku salah ( bahasa sunda: lepat), maka pihak lain cukup memaafkan dan berusaha untuk tidak mengungkitnya lagi.

Hingga saat ini, sudah banyak jenis gorengan yang populer di masyarakat kita. Yang paling banyak dijajakan antara lain bala-bala, gehu, gorengan tempe, dan cireng. Menikmati gorengan dengan leupeut telah menjadi kebiasaan yang melekat sejak dulu. Gorengan dan leupeut seolah menjadi jajanan merakyat yang digemari oleh hampir seluruh kelas sosial di daerah manapun. 


Data: Diolah dari Berbagai Sumber


0 Komentar :

    Belum ada komentar.