Beranda Mengenal Lasminingrat: Pahlawan Perempuan Asal Garut, Penerjemah Buku Pendidikan Barat
ADVERTISEMENT

Mengenal Lasminingrat: Pahlawan Perempuan Asal Garut, Penerjemah Buku Pendidikan Barat

4 jam yang lalu - waktu baca 3 menit
Mengenal Lasminingrat: Pahlawan Perempuan Asal Garut, Penerjemah Buku Pendidikan Barat. (Source: Instagram/@infojabarnews)

Dalam sejarah panjang perjuangan emansipasi perempuan di Indonesia, nama Lasminingrat masih belum seterkenal Kartini atau Dewi Sartika.

Lasminingrat merupakan perempuan asal Garut ini adalah pelopor pendidikan perempuan Sunda yang juga berperan penting dalam memperkenalkan literatur Barat kepada masyarakat lokal melalui terjemahan dalam bahasa Sunda. 

Kiprah dan jasa Lasminingrat layak mendapatkan perhatian lebih luas, bukan hanya sebagai tokoh daerah, tetapi juga sebagai bagian penting dari sejarah nasional.

Lasminingrat lahir di Garut pada 29 Maret 1854, dari pasangan Raden Haji Muhamad Musa, seorang sastrawan dan ulama Sunda terkemuka, dan Raden Ayu Ria. Berasal dari keluarga yang melek literasi, Lasminingrat tumbuh dalam lingkungan yang mendukung pendidikan. 

Sejak kecil, ia telah diajarkan membaca, menulis, dan menguasai bahasa Belanda, kemampuan yang sangat langka bagi perempuan pribumi di masa kolonial Belanda.

Pendidikan yang ia peroleh bukan sekadar formalitas. Dengan penguasaan bahasa Belanda, Lasminingrat memiliki akses ke berbagai buku dan literatur pendidikan Barat. Hal ini menjadi bekal penting dalam perjuangannya di kemudian hari.

Baca Juga: The Sin Nio: Perempuan Tionghoa yang Menyamar Jadi Pria untuk Kemerdekaan Indonesia, Kian Terlupakan

Kiprahnya dalam Pendidikan: Penerjemah Buku Pendidikan Barat dan Pendiri Sekolah Perempuan

Salah satu kontribusi paling signifikan Lasminingrat adalah kemampuannya menerjemahkan buku-buku pendidikan Barat ke dalam bahasa Sunda. Langkah ini tidak hanya membuka akses terhadap ilmu pengetahuan bagi masyarakat pribumi, tetapi juga menjadikan pendidikan lebih relevan dan mudah dipahami oleh anak-anak dan perempuan di daerahnya.

Karya terjemahan terkenalnya adalah Carita Erman, yang diterbitkan pada tahun 1875 dan dicetak lebih dari 6.000 eksemplar. Buku ini merupakan adaptasi dari karya Christoph von Schmid, penulis cerita moral anak-anak asal Jerman. Ia juga menerbitkan buku Warnasari, yang merupakan kumpulan dongeng dari berbagai negara Eropa, termasuk dongeng dari Grimm Bersaudara.

Dengan menerjemahkan cerita dan pelajaran moral dari Barat ke dalam bahasa Sunda, Lasminingrat menjadi penghubung budaya yang memperkenalkan nilai-nilai pendidikan global dengan pendekatan lokal.

Lasminingrat tidak hanya bergelut di dunia literasi. Ia juga berjuang secara nyata dengan mendirikan sekolah untuk perempuan di Garut, yang diberi nama Sakola Kautamaan Istri sekitar tahun 1907. Tujuannya jelas, ia ingin memberikan pendidikan dasar kepada perempuan agar mereka tidak hanya terkungkung dalam peran domestik, tapi juga mampu berpikir kritis dan mandiri.

Sekolah ini mengajarkan membaca, menulis, berhitung, serta keterampilan rumah tangga seperti menjahit dan merawat anak. Dengan pendekatan ini, Lasminingrat tidak serta-merta melawan adat, tetapi merangkul nilai-nilai lokal sambil memperluas wawasan perempuan Sunda. Sekolah ini berkembang pesat dan akhirnya diakui secara resmi oleh pemerintah kolonial pada 1911.

Baca Juga: Seppuku: Jalan Terhormat Samurai Jepang dalam Menebus Kesalahan

Jasa dan Warisan Lasminingrat

Meskipun jasa-jasanya begitu besar, nama Lasminingrat belum mendapatkan pengakuan resmi sebagai Pahlawan Nasional. Pemerintah Kabupaten Garut telah beberapa kali mengusulkan gelar tersebut sejak tahun 2007, namun hingga kini belum ada keputusan dari pemerintah pusat.

Banyak pihak, termasuk sejarawan dan pegiat literasi, meyakini bahwa Lasminingrat sangat layak diberi gelar pahlawan nasional. Ia bukan hanya pelopor pendidikan perempuan, tetapi juga penggerak literasi lokal yang memiliki visi jauh melampaui zamannya.

Kala ini, nama Lasminingrat mulai kembali dikenal, terutama sejak menjadi sosok yang ditampilkan dalam Google Doodle pada peringatan ulang tahunnya tahun 2023. Jejaknya masih bisa ditelusuri di Garut, baik melalui bangunan bekas sekolah yang ia dirikan, maupun melalui naskah-naskah karyanya yang kini tersimpan di Belanda.

Lebih dari sekadar nama dalam buku sejarah, Lasminingrat adalah simbol kekuatan perempuan dalam memperjuangkan akses terhadap ilmu dan pengetahuan di tengah keterbatasan zaman. Ia menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari sebuah buku dan ruang kelas kecil.

Mengenang Lasminingrat bukan sekadar melihat ke masa lalu, tapi juga menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk pendidikan dan kesetaraan adalah proses panjang yang membutuhkan keberanian dan ketekunan. Di tengah derasnya arus informasi digital saat ini, semangat Lasminingrat menjadi inspirasi bahwa literasi tetap menjadi kunci utama dalam membangun peradaban.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.