Sejarah Burayot: Dari Cemprus ke Kue Manis Khas Garut


Di Kota Garut, terdapat sebuah jajanan pasar yang mungkin kurang dikenal, terutama di kalangan anak muda. Jajanan ini dikenal dengan nama burayot, yang berasal dari bahasa Sunda "ngaburayot," berarti bergelantungan. Nama ini merujuk pada penampilan kue yang tampak seperti menggantung saat disajikan.

 

Burayot terbuat dari adonan tepung beras yang digoreng dan diangkat menggunakan batang bambu kecil. Proses ini membuat kulit kue tertarik ke atas, sementara gula merah yang menjadi bahan utama menggantung di bawah kulit kue, menciptakan tampilan yang unik.

 

Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), burayot memiliki sejarah menarik. Kue ini ditemukan secara tidak sengaja ketika warga pedesaan, yang pada masa lalu membuat cemprus dari ubi jalar dan gula aren. Cemprus, makanan ringan tradisional, dikenal sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia khas Pendeuy.

 

Pada suatu hari, Abah Onon, bersama istrinya Bi Acih, sering menikmati teh hangat dengan cemprus. Bi Acih mulai bereksperimen dengan tepung beras dan gula merah, menghasilkan adonan bulatan yang menggantung. Kue ini akhirnya mengalami variasi bentuk, menjadi lebih menarik dan estetik dengan penampilan menggantung yang khas.

 

Burayot kini bisa ditemukan di beberapa kecamatan di Garut seperti Leles, Kadungora, dan Wanajara, dengan berbagai varian rasa seperti cokelat, strawberry, wijen, keju, jahe, atau kacang tanah. Kue ini sering dijumpai di pusat pariwisata seperti Candi Cangkuang dan kerap muncul menjelang Hari Raya Idul Fitri, menambah keragaman kuliner tradisional yang patut dicoba.


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka