ADVERTISEMENT
Beranda Tradisi Unik Idul Adha di Tanah Sunda: Antara Syukur, Kebersamaan, dan Kearifan Lokal

Tradisi Unik Idul Adha di Tanah Sunda: Antara Syukur, Kebersamaan, dan Kearifan Lokal

3 minggu yang lalu - waktu baca 2 menit
Tradisi Unik Idul Adha di Tanah Sunda: Antara Syukur, Kebersamaan, dan Kearifan Lokal

Idul Adha di Tatar Sunda bukan sekadar perayaan keagamaan, melainkan juga momentum untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan kearifan lokal. Berikut beberapa tradisi khas masyarakat Sunda dalam merayakan Idul Adha

1. Nyate: Menyatukan Keluarga Lewat Sate

Tradisi "Nyate" merupakan kegiatan memasak sate bersama keluarga dan tetangga setelah penyembelihan hewan kurban. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada sore hari menjelang malam, menjadi ajang mempererat tali silaturahmi antarwarga.

Tradisi ini telah ada sejak abad ke-19, seiring dengan masuknya budaya Arab ke Indonesia, yang memperkenalkan konsumsi daging kambing dan domba dalam bentuk sate.

2. Saweran: Ekspresi Syukur di Desa Cipondok

Di Desa Cipondok, Kabupaten Kuningan, terdapat tradisi unik berupa "saweran" setelah penyembelihan hewan kurban. Pemilik hewan kurban akan menaburkan uang koin, uang kertas, beras, dan permen kepada warga sekitar sebagai bentuk rasa syukur. Tradisi ini menjadi daya tarik tersendiri dan memperkuat semangat kebersamaan dalam masyarakat.

Baca Juga: 1.931 Calon Haji dari Garut Telah Diberangkatkan ke Tanah Suci

3. Rabeg: Hidangan Khas Penuh Rempah

Rabeg adalah masakan khas yang terbuat dari daging sapi atau kambing dengan kuah kental berwarna gelap, kaya akan rempah seperti jahe, lengkuas, serai, dan daun salam. Hidangan ini populer di beberapa daerah di Jawa Barat, terutama di sekitar Banten, dan menjadi sajian yang dinantikan saat Idul Adha. Rasa gurih manis dengan sentuhan pedas tipis membuatnya cocok disantap bersama nasi hangat.

4. Rayagung ka Balé Nyungcung: Menikah di Bulan Dzulhijjah

Bagi sebagian masyarakat Sunda, bulan Dzulhijjah dianggap sebagai waktu yang baik untuk melangsungkan pernikahan, dikenal dengan istilah "Rayagung ka Balé Nyungcung". Pemilihan waktu ini didasarkan pada perhitungan tradisional seperti naktu, repok, atau kolénjér, yang mencerminkan kearifan lokal dalam menentukan hari baik.

Tradisi-tradisi ini mencerminkan kekayaan budaya dan nilai-nilai luhur masyarakat Sunda dalam merayakan Idul Adha. Melalui berbagai kegiatan tersebut, masyarakat tidak hanya menjalankan ibadah kurban, tetapi juga mempererat hubungan sosial dan melestarikan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.