Beranda Cingcowong: Ritual Memanggil Hujan Warisan Leluhur Masyarakat Luragung

Cingcowong: Ritual Memanggil Hujan Warisan Leluhur Masyarakat Luragung

4 bulan yang lalu - waktu baca 2 menit

Cingcowong adalah ritual tradisional untuk memanggil hujan yang dilakukan oleh masyarakat Luragung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Ritual ini biasanya dilakukan saat terjadi kemarau panjang, ketika kebutuhan air sangat penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat setempat. Dalam ritual ini, sebuah boneka bernama Cingcowong digunakan sebagai media utama. Boneka ini dibuat dari susunan bambu dan batok kelapa, serta dihiasi menyerupai wanita cantik dengan pakaian tradisional, kalung melati, dan aksesoris lain.

 

Menurut legenda, ritual ini pertama kali dipimpin oleh seorang wanita bernama Rantasih, yang berusaha membantu masyarakatnya mengatasi kemarau panjang. Rantasih mencoba mengumpulkan warga dan mengajarkan cara memanggil hujan dengan memukul alat musik tradisional Sunda yang disebut ceneng. Selain itu, ia melakukan tirakat selama tiga hari tiga malam tanpa makan, minum, dan tidur. Dari tirakatnya itu, ia mendapatkan petunjuk untuk melakukan ritual Cingcowong sebagai cara memohon turunnya hujan.

 

Dalam pelaksanaannya, Cingcowong dipimpin oleh seorang tokoh spiritual yang disebut "Punduh". Punduh adalah orang yang dipercaya memiliki kemampuan spiritual khusus dan dianggap dapat berkomunikasi dengan makhluk halus. Ritual ini juga melibatkan alat-alat seperti tangga bambu, tikar, dan berbagai sesajen, termasuk menyan, kaca, dan sisir. Boneka Cingcowong diangkat ke atas tangga bambu dan kemudian dipangku oleh Punduh sambil diiringi doa dan lagu khusus yang disebut "Lagu Cingcowong".

 

Selama prosesi, boneka Cingcowong dianggap dirasuki oleh lelembut (makhluk gaib) yang diyakini akan membawa hujan. Lagu Cingcowong yang dinyanyikan memiliki lirik khusus yang diharapkan mampu memanggil hujan. Ritual ini mencerminkan kekayaan budaya dan kepercayaan lokal masyarakat Sunda dalam mengatasi permasalahan alam, serta menjadi bentuk kearifan lokal dalam menjaga hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan.

 

 

Sumber: kebudayaan.kemendikbud

Ditulis oleh : Alya Zihan

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.