Beranda Dari Garut untuk Indonesia: Halaqah Ketahanan Pangan Teguhkan Komitmen Kedaulatan Pangan
ADVERTISEMENT

Dari Garut untuk Indonesia: Halaqah Ketahanan Pangan Teguhkan Komitmen Kedaulatan Pangan

7 jam yang lalu - waktu baca 3 menit
Dari Garut untuk Indonesia: Halaqah Ketahanan Pangan Teguhkan Komitmen Kedaulatan Pangan

Menyambut Refleksi Kemerdekaan RI ke-80, berbagai elemen masyarakat Garut menggelar Halaqah Ketahanan Pangan dengan tema “Tata Kelola Wilayah Konservasi, Kedaulatan Pangan, dan Kemerdekaan Sejati”, Senin (18/8/2025) di MTs Muhammadiyah Bojong, Desa Margacinta.

Acara yang dihadiri oleh 57 peserta dari unsur pemerintah daerah, anggota DPRD, tokoh agama, akademisi, profesional, petani, pelaku UMKM, organisasi masyarakat, pemuda, dan mahasiswa ini meneguhkan resolusi bersama untuk memperkuat ketahanan pangan sebagai wujud kemerdekaan sejati.

Tantangan Ketahanan Pangan di Kabupaten Konservasi

Stakeholder.jpgPerbesar +

Kabupaten Garut yang dikenal sebagai daerah konservasi menghadapi tantangan besar. Ancaman krisis iklim, banjir, longsor, serta krisis energi, pangan, air, dan iklim berpotensi mengganggu stabilitas pangan masyarakat.

“Ketahanan pangan harus dipahami bukan sekadar ketersediaan, tapi juga ketercukupan pangan setiap orang, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Ini menuntut tata kelola ruang yang berpihak pada konservasi dan keberlanjutan,” ujar Doni Setiawan, S.T., M.Si, pemerhati perencanaan pembangunan dan lingkungan.

Doni menambahkan, strategi ketahanan pangan desa bisa dimulai dari hal sederhana, seperti menciptakan kemandirian pangan, menjaga kualitas gizi konsumsi, hingga membuka peluang ekonomi lokal. “Hasil akhirnya adalah mempertahankan lahan pertanian, menjaga produksi pangan, dan memuliakan profesi petani,” tegasnya.

Pilar dan Tata Ruang Pangan

Sementara itu, Farid Ridwan, M.A., M.Ud dari Muhammadiyah menyoroti pentingnya pemahaman tiga pilar ketahanan pangan sebagaimana dirumuskan Badan Pangan Nasional: ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan.

“Semua itu butuh regulasi yang jelas, tata ruang yang berpihak, dan alokasi anggaran yang tepat. Tanpa itu, pangan hanya akan jadi wacana, bukan kebijakan nyata,” ungkap Farid.

Isu Stunting hingga Literasi Pangan

Dalam sesi diskusi, sejumlah peserta mengangkat persoalan yang dihadapi masyarakat, mulai dari perlindungan keamanan pangan di Garut, isu stunting, hingga dilema pemerataan distribusi bantuan pangan.

Dr. Raito, M.Ag menyoroti masalah gizi buruk dan perlunya edukasi yang lebih efektif. “Bagaimana kita bisa membuat edukasi yang benar-benar menyentuh masyarakat agar mendukung Indonesia Maju?” tanyanya.

Sementara Ibu Fitria, dosen STAIM, menekankan pentingnya literasi pangan sejak dini. “Dunia pendidikan harus bergerak bersama dalam program ketahanan pangan agar lahir generasi yang sadar gizi dan mandiri pangan,” katanya.

Resolusi: Dari Krisis ke Resiliensi

Rofiq Azhar, S.Ag., MM (Ketua LP2M STAI Al Musaddadiyah).jpgPerbesar +

Halaqah ini menghasilkan Resolusi Ketahanan Pangan Kabupaten Garut yang menegaskan enam poin sikap utama, di antaranya meneguhkan kedaulatan pangan sebagai pilar kemerdekaan sejati, memperkuat tata kelola wilayah konservasi, serta mengintegrasikan kebijakan pangan ke dalam dokumen perencanaan daerah.

Selain itu, peserta juga menyerukan penguatan kapasitas petani, mendorong konsumsi pangan sehat, hingga membangun kemitraan strategis lintas sektor.

Rofiq Azhar, S.Ag., MM dalam penutupan acara menekankan bahwa komitmen kedaulatan pangan harus menjadi tekad bersama. “Petani adalah garda terdepan. Mereka harus diberdayakan dengan akses teknologi, bantuan modal, dan pendampingan. Masyarakat pun harus sadar bahwa mengonsumsi pangan sehat bukan hanya soal kenyang, tapi soal kualitas hidup,” ujarnya.

Makna Kemerdekaan dalam Kedaulatan Pangan

Para peserta menegaskan bahwa kedaulatan pangan adalah jihad nyata di era modern. Dengan memanfaatkan kearifan lokal, inovasi digital seperti Dashboard Desa/Kecamatan untuk pemetaan pangan realtime, serta sinergi lintas sektor, Garut diarahkan menjadi lumbung pangan nasional.

“Dari Garut untuk Indonesia: Berdaulat Pangan, Berdaulat Bangsa!” demikian seruan bersama yang menutup acara halaqah, meneguhkan bahwa ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan adalah identitas sekaligus martabat bangsa.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.