Beranda Fitnah! Ternyata Ini Latar Belakang dari Stereotip "Orang Sunda Pemalas"
ADVERTISEMENT

Fitnah! Ternyata Ini Latar Belakang dari Stereotip "Orang Sunda Pemalas"

10 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Fitnah! Ternyata Ini Latar Belakang dari Stereotip "Orang Sunda Pemalas", Source: Freepik

Stigma etnis Sunda pemalas ternyata lahir dari propaganda kolonial dan mitos lama, bukan dari karakter bawaan masyarakat Sunda itu sendiri.

Stigma bahwa etnis Sunda identik dengan sifat pemalas yang masih sering terdengar hingga saat ini, baik dalam obrolan ringan maupun diskusi serius. Stereotip tersebut kerap kali diterima begitu saja tanpa dicari asal-usulnya, padahal sejarah mencatatkan bahwa narasi ini tidak muncul secara alamiah.

Baca juga: Pepatah-pepatah Sunda untuk Hidup Lebih Produktif

Faktor Alam dan Cara Hidup

Sebagian pandangan menyebutkan bahwa etnis Sunda dipandang pemalas karena hidup di wilayah pegunungan yang subur dan bercuaca sejuk. Kondisi alam tersebut membuat kebutuhan dasar relatif mudah tercukupi sehingga ritme hidup masyarakat tidak sekeras di kawasan tandus atau daerah perantauan.

Pandangan ini sering dibandingkan dengan etos kerja para pendatang yang masuk ke tanah Sunda dengan ambisi ekonomi. Perbedaan posisi sosial antara penduduk lokal dan perantau kemudian menimbulkan generalisasi bahwa etnis Sunda kurang ulet dalam bekerja.

Propaganda Kolonial Belanda

Berdasarkan pemikiran dari Syed Hussein Alatas dalam The Myth of Lazy Native, stigma malas terhadap etnis Sunda merupakan produk propaganda kolonialisme. Narasi tersebut sengaja dibangun untuk membenarkan kerja paksa dan tanam paksa yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Dalam arsip kolonial, kegagalan untuk memenuhi target produksi atau penolakan terhadap sistem tanam paksa dilabeli sebagai kemalasan. Padahal, sikap tersebut adalah bentuk perlawanan terhadap eksploitasi yang menekan warga bumiputera, termasuk etnis Sunda di kawasan Priangan.

Pengaruh Cerita Kabayan

Cerita rakyat Sunda tentang Kabayan juga turut andil dalam membentuk persepsi publik mengenai etnis Sunda. Kabayan digambarkan sebagai orang yang santai, miskin, tidak bekerja tetap, namun jujur dan selalu merasa cukup dengan keadaannya.

Penggambaran tersebut kemudian disederhanakan menjadi generalisasi budaya bahwa etnis Sunda identik dengan kemalasan. Padahal, tokoh Kabayan lebih merepresentasikan kritik sosial serta nilai kebijaksanaan, bukan potret karakter masyarakat Sunda secara keseluruhan.

Baca juga: 5 Kaulinan Sunda, yang Asik Temani Masa Kanak-kanak

Nah Warginet, stigma yang memperlihatkan bahwa etnis Sunda sebagai pemalas sejatinya lahir dari warisan kolonial, mitos, dan generalisasi yang keliru. Sifat manusia dibentuk oleh lingkungan, pendidikan, serta kondisi sosial, bukan ditentukan oleh etnis atau asal-usulnya semata.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.