KH Yusuf Taurizi, Tokoh Perlawanan Asal Garut


KH Yusuf Tauziri merupakan tokoh penting dalam perlawanan rakyat Indonesia. Ia melawan penjajahan dan pemberontakan. Ia bahkan dimusuhi oleh DI/TII karena melawan. Perjuangan KH Yusuf Tauziri mulai di tahun 1923. Pada saat mendirikan masjid serta pondok pesantren Darussalam di daerah Wanaraja yang sering dikenal dengan Cipari Pangatikan.

Selain bergerak di bidang pendidikan, beliau juga merupakan pejuang yang melakukan aksi sabotase oleh penjajah. Pesantren Cipari menjadi tempat konsolidasi rakyat melakukan perlawanan pada Belanda. Beliau aktif di organisasi Sarikat Islam (SI). Ia mengenal sosok Kartosuwiryo di organisasi ini dan menjadi sahabat perjuangan kemerdekaan.

Pada tanggal 24 Maret 1940 di Bojong, Malangbong, Kartosuwiryo mendirikan Suffah, gagasan ini merupakan penguatan terhadap tujuan pendirian Negara Islam Indonesia. Suffah ini menjadi pusat pendidikan dan latihan militer pasukan Sabilah dan Hizbullah

Kartosuwiryo dan pendukungnya melakukan kongres yang memunculkan konsep hijrah. Hijrah yang dimaksud sama dengan hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Mereka meminta seluruh anggota untuk memberikan sumabngan 2.500 kencring dan bergabung ke Suffah.

KH Yusuf Tauziri tidak sependapat dengan konsep tersebut karena persiapannya yang belum matang. Beliau mengusulkan sebaiknya uang tersebut dipakai untuk pertanian dan nantinya bisa dipakai untuk biaya pendidikan para santri sebagai calon para ulama. 

Januari 1948, pihak Indonesia menyepakati perjanjian Renville yang menyatakan wilayah Indonesia hanya meliputi Yogyakarta dan 8 wilayah keresidenan sehingga Jawa Barat jatuh kembali ke tangan Belanda. Saat yang bersamaan, Divisi Siliwangi dan Laskar perjuangan harus hijrah ke Yogyakarta. Laskar Darussalam dipimpin E. Saepudin dan A. Gofar SK, putra dari KH Abdul Kudus turut hijrah sehingga di Jawa Barat tidak ada lagi kekuatan untuk melawan Belanda. 

7 Agustus 1949, Kartosurwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Di sinilah awal mula ketegangan antara Kartosuwiryo dan KH Yusuf Tauziri. Agresi Militer Belanda kedua meledak, menyebabkan ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta jatuh ke Belanda. Divisi Siliwangi dan Laskar Darussalam harus kembali ke Jawa Barat. Sementara Jawa Barat diklaim sebagai wilayah kekuasaan NII, Negara Islam Indonesia, negara buatan Kartosuwiryo. Saat inilah, Tauziri harus menghadapi dua musuh sekaligus: berhadapan dengan pasukan Belanda pada siang hari dan menahan gempuran pasukan DI pada sore hari. 

Peran KH Yusuf Tauziri terlihat dengan memompa semangat Laskar Darussalam dan juga penduduk sekitar. Beliau mengharamkan pejuang untuk mndur dan menyusun strategi untuk melindungi para pasukan dan penduduk.

Kartosuwiryo pernah mengultimatum pihak pesantren Darussalam untuk mengambil sikap mereka berada di pihak RI atau DI/TII. Surat itu dilayangkan mellaui utusannya, Jaja Sanusi Parta, Toha Arsyad dari CIawi. Mereka diajak berunding oleh KH Yusuf Taurizi di rumah Hj. Muti’ah. Kartosuwiryo menulis surat yang di dalamnya berupa ajakan kepada KH Yusuf Taurizi untuk bergabung ke NII, tetapi permintaan tersebut ditolak.

Masjid dan madrasah Cipari menjadi saksi sejarah. Para warga dan pasukan Laskar Darussalam berlindung di tempat tersebut. Suatu hari, pada 30 Januari 1949, tentara Siliwangi yang dipimpin oleh Mayor Rivai sudah berjaga di sini. Hal ini membuat Kartosuwiryo geram. Pasukan Tentara Islam Indonesia menyerang pesantren Darussalam untuk menangkap KH Yusuf Taurizi. Dalam penyerangan, banyak rumah warga yang dijarah dan menangkap 30 anggota Laskar Darussalam. 

Penyerangan terjadi selama tahun 1949-1958. Sumber sejarah lain mengatakan bahwa terjadi 52 kali serangan sapujagat TII ke Cipari dan yang terbesar adalah tanggal 17 April dan 5 Agustus 1952. 

Konflik Darussalam dengan DI/TII muncul sebab perbedaan perjuangan antara KH Yusuf Taurizi dengan Kartosuwiryo. Perbedaan tersebut perihal sikap kerja sama dengan penjajah dan perbedaam komsep negara Islam dan hasil perjanjian Renville. Ketika Kartosuwiryo menolak keras hubungan dengan penjajah, KH Yusuf memanfaatkan keahlian lawan untuk menjadi kesempatan melatih pasukan Darussalam dari pihak Belanda sehingga pasukannya memiliki pengalaman dalam berperang untuk melawan penjajah. 

Tidak hanya berperang melawan sahabatnya, KH Yusuf Taurizi juga melawan gerakan komunis yang menyebar dan menciptakan permusuhan di kalangan masyarakat. Beliau juga berkontribusi dalam menyiapkan organisais Pelajar Islam Indonesia (PII).

Setelah selesai, beliau kembali membangun pesantren dan mengabdikan dirinya untuk masyarakat Cipari. Beliau wafat pada 1982 dan dimakamkan di lingkungan Pesantren Darussalam, Wanaraja, kampung halamannya.

 

Sumber materi : 

harakah.id

Sumber foto :

harakah.id


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka