Hasan Mustapa, Penghulu Besar dan Sastrawan Asal Garut


Pria itu kahir pada 3 Juni 1852 di Cikajang, Garut, terkenal sebagai haji mahiwal atau kontroversial. Ia dianggap sebagai penganut ajaran wahdatul wujud karena karya-karyanya yang berkaitan dnegan hubungan menyatunya manusia dengan Tuhan. Untuk mengekspresikan pemikiran dan renungannya tentang ajaran Islam, tasawuf, kebudayaan Sunda, dan kejadian yang dialaminya, ia menggunakan dangding atau guguritan. 

Haji Mustapa pergi ke Tanah Suci saat berusia 9 tahun bersama ayahnya, Mas Sastramanggala untuk menunaikan ibadah haji. Semasa dewasanya ia habiskan waktunya di pesantren di Tatar Sunda, Jawa, ataupun Madura. Hasan Mustapa kembali ke Tanah Suci untuk mengajar dan belajar lagi di sana. Namun, ketika ada perselisihan paham antarulama di Garut, Hasan Mustapa dipanggil pulang untuk menyelesaikan persoalan. Hasan Mustapa berhasil memadamkan pertikaian itu dan mendirikan pesantren di Sindangbarang. 

Tahun 1889, ia diajak Hurgronje yang saat itu berada di Jawa untuk berkeliling Jawa menemui para kiai terkenal sambil menyelidiki kehidupan agama Islam dan folklor. Hasan Mustapa dianggap sebagai orang yang benar-benar ahli tentang adat-istiadat Sunda, sehingga ia diminta menulis buku berjudul Bab Ada-adat Urang Priangan jeung Sunda Lianna ti Eta (Bab Adat-adat Orang Priangan dan Sunda Selain dari itu).

Tahun 1893, ada lowongan jabatan penghulu besar di Aceh, Hurgronje membujuk Hasan Mustapa agar mengisi lowonagn itu. Hasan Mustapa menerimanya dnegan syarat diantaranya langsung dipindahkan ke Priangan segera setelah ada lowongan. Dua setengah tahun ia menjadi penghulu besar. Baru pada tahun 1895, Hasan Mustapa dipindahkan dan diangkat menjadi penghulu besar Bandung sampai pensium di 1918. 

Selain menjadi penghulu besar, Hasan Mustapa juga menulis karangan dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa, tetapi kebanyakan karyanya tidak diterbitkan sebagai buku. Ia menyalurkan karyanya untuk disebarkan dengan saluran naskah Islam tradisional yaitu dengan saling salin. Sekretarisnya di Kantor Kepenghuluan Wangsadireja membuat salinan karya-karyanya dan dikirim kepada Hurgronje di Leiden. Sampai sekarang karya-karyanya itu disimpan di perpustakaan Universitas Leiden.

 

Sumber materi :

Wikipedia

historia.id

Sumber foto :

historia.id


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka