Menyusuri Jejak Penerjemahan Alkitab ke Bahasa Sunda dari Grashuis Coolsma
Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah merupakan salah satu wujud konkrit bagaimana agama, budaya, dan bahasa lokal dapat saling bersentuhan.
Di Jawa Barat, penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Sunda menempuh jalan panjang, dengan pahit-manis upaya, kegagalan awal, serta akhirnya lahir karya terjemahan yang bertahan hingga masa kini.
Menurut artikel Historia, usaha penerjemahan Alkitab ke bahasa Sunda dimulai ketika Nederlandsche Zendingsvereeniging (NZV) mengutus tiga misionaris ke Jawa Barat pada 1863, yaitu C. Albers, D.J. van der Linden, dan G.J. Grashuis. Tugas Grashuis tak hanya berkhotbah, tapi juga mempelajari bahasa Sunda agar dapat menerjemahkan teks suci ke dalam bahasa lokal.
Grashuis didukung oleh lembaga luar negeri, antara lain British and Foreign Bible Society, untuk memfasilitasi penerjemahan. Ia mempelajari metode linguistik Sunda lewat tokoh seperti K.F. Holle, seorang peneliti kebudayaan Sunda yang kala itu menerbitkan karya-karya sastra dan edukasi lokal.
Salah satu terjemahan yang dihasilkan adalah Injil Lukas dalam bahasa Sunda, yang dicetak di Batavia (tahun tertentu) dan kemudian di Belanda (1866). Namun, versi ini dinilai banyak mengandung kesalahan sehingga dianggap gagal dan tak dipakai secara luas. Grashuis sendiri akhirnya mundur dari proyek penerjemahan pada akhir 1865 setelah frustrasi menghadapi kendala izin dan penghargaan dari lembaga NZV.
Sementara itu, sebagian misionaris lain seperti Geerdink dan Albers sempat menerjemahkan bagian-bagian Alkitab untuk keperluan ibadah lokal maupun penginjilan.
Peranan Penting Sierk Coolsma
Karena kegagalan awal itu, NZV kemudian menjalin kerjasama dengan lembaga penerbit Alkitab Belanda, Nederlandsch Bijbelgenootschap (NBG). Dari sinilah muncul nama Sierk Coolsma (1840–1926), yang ditugaskan untuk menerjemahkan Alkitab ke bahasa Sunda. NZV menanggung pengutusannya, sementara NBG membiayai gaji dan pencetakan terjemahan.
Atas permintaan Pendeta E. W. King sebagai penginjil awal di Jawa Barat, Coolsma mulai menerjemahkan Injil Matius dan Injil Lukas ke bahasa Sunda. Terjemahan tersebut mendapat sambutan positif, termasuk dari Dr. Herman Neubronner van der Tuuk, seorang tokoh linguistik Pribumi di masa itu.
Coolsma kemudian menyelesaikan Perjanjian Baru dalam bahasa Sunda dan menerbitkannya pada tahun 1877, kemudian melanjutkan ke Perjanjian Lama, hingga akhirnya terbit Alkitab lengkap dalam bahasa Sunda pada tahun 1891.
Coolsma kemudian menyelesaikan Perjanjian Baru dalam bahasa Sunda dan menerbitkannya pada tahun 1877, kemudian melanjutkan ke Perjanjian Lama, hingga akhirnya terbit Alkitab lengkap dalam bahasa Sunda pada tahun 1891.
Revisi dan Pembaruan Terjemahan
Seiring waktu, terjemahan Coolsma mengalami revisi ringan. Pada 1924, konferensi para zendeling memutuskan perlunya penyempurnaan teks Sunda. Sekitar lima tahun kemudian, versi Perjanjian Baru yang direvisi diluncurkan, sebagai hasil kerjasama antara NZV dan NBG termasuk tokoh seperti H. Kraemer.
Coolsma sendiri menjadi tokoh penting dalam perkembangan bahasa Sunda modern. Dr. De Mol van Otterloo — pengurus pusat NZV yang berkunjung ke Jawa Barat pada 1939 — mengamati bahwa banyak utusan Injil sesudahnya lebih mengikuti bahasa Coolsma dibandingkan bahasa Sunda alamiah warga lokal. Menurutnya, saat itu banyak istilah dalam bahasa Sunda versi Coolsma sudah tidak lazim lagi dalam wicara sehari-hari.
Sejarah SABDA mencatat pula bahwa terjemahan bahasa Sunda kemudian menjadi salah satu versi bahasa daerah yang diakui dalam sejarah penerjemahan Alkitab Indonesia.
Implikasi Budaya, Bahasa, dan Keagamaan
Penerjemahan Alkitab ke bahasa Sunda tidak hanya soal mentransformasi kata, melainkan juga soal penyambungan makna antarbudaya. Dalam konteks ini, penerjemah menghadapi tantangan besar seperti kosakata khas agama Kristen yang mungkin belum ada padanannya dalam bahasa Sunda, serta perbedaan struktur linguistik.
Lewat karya seperti tata bahasa, kamus, dan teks-teks keagamaan, Coolsma dan para pendahulu membuka ruang baru ekspresi agama dalam kerangka budaya Sunda. Bahasa Sunda tidak hanya menjadi medium komunikasi sehari-hari, tetapi menjadi kanal penyampaian pesan teologis dalam bentuk yang dekat dengan benak masyarakat Sunda.
Dalam kerangka sejarah penerjemahan Alkitab Indonesia, penerjemahan ke bahasa Sunda menjadi salah satu tonggak awal yang menunjukkan bahwa proyek penerjemahan itu bukan sekadar aktivitas misionaris, tetapi bagian dari dinamika bahasa, bagaimana bahasa daerah beradaptasi, berkembang, dan menyerap unsur-unsur baru.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.