- Oleh zahra nisrina shaumi
- 10, Sep 2024
Keanekaragaman budaya Sunda sudah tidak perlu diragukan lagi, mulai dari penggunaan bahasa, pakaian tradisional, rumah adat, upacara adat hingga kegiatan permainan tradisional anak - anak dan istilah sehari - hari.
Seperti yang akan dibahas dalam artikel ini yaitu kaulinan sunda baheula atau permainan tradisional dulu, yaitu kaulinan Cingciripit. Kaulinan Cingciripit merupakan permainan tradisional anak - anak yang biasanya dimainkan di dalam rumah, teras ataupun diluar seperti lapangan sembari kakawihan atau bernyanyi.
Tata cara bermain cingciripit ini ialah satu orang menadahkan tangan dibawah. Sementara itu, teman - temannya yang lain baik itu 3 atau 4 orang menyimpan telunjuk tangannya tepat di tengah atas tangan orang yang menadahkan tangah dibawah.
Orang yang menadahkan tangan tadi, sembari tangannya di tunjuk oleh temannya yang lain ngawih atau bernyanyi cingciripit. Setelah kawih selesai tangan yang menadah tadi mengepal tangannya untuk mencapit tangan teman - temannya yang tadi menunjuk.
Berikut lirik atau sajak kawih cingciripit:
Cing ciripit
Tulang bajing kacapit
Kacapit ku bulu pare
Bulu pare seuseukeutna
Jol pa dalang mawa wayang
Jrek-jrek nong, jrek-jrek nong
Artinya
Cing ciripit
Tulang tupai terjepit
Terjepit sama bulu padi
Bulu padinya yang paling runcing
Datang pak dalang membawa wayang
Jrek-jrek nong, jrek-jrek nong (serupa seperti suara gamelan)
Terdapat makna dari kakawihan cingciripit yang seru untuk dimainkan bersama teman - teman. Pada lirik "Cingciripit tulang bajing kacapit" terdapat makna kita untuk selalu hati - hati dalam menjalani hidup. Makna "terjepit" dalam lirik tersebut ialah bahwa kita jangan sampai terjepit oleh hal - hal buruk seperti kemiskinan, kebodohan dan lainnya.
Lalu pada lirik "Kacapit ku bulu pare, bulu pare seuseukeutna" terdapat makna bahwa kita harus bermanfaat bagi kehidupan manusia. Layaknya padi yang menjadi sumber tenaga atau makanan bagi semua orang, bukan sebaliknya memberikan hal negatif bagi manusia lainnya.
Pada lirik terakhir "Jol pa dalang mawa wayang, jrek jrek nong," memilik makna kita harus selalu bersyukur akan segala hal yang telah kita terima dari Tuhan. Sebab dalang dalam lirik ini diumpakan sebagai Tuhan, layaknya dalang yang menggerakkan dan menghidupakan wayang dalam penampilannya.
Sumber:
- Buku Peperenian Urang Sunda karya tulisan Rachmat Taufiq Hidayat, Drs. Dingding Haerudin, Tedddy A.N. Muhtadin Darpan, dan Ali Sastramidjaja (Terbitan 2018)
- Wafa Amatullah on inews
Belum ada komentar.