Sejarah Oncom, dari Limbah Makanan hingga Jadi Santapan yang Kaya Akan Olahan


Bagi masyarakat Sunda, kehadiran Oncom menjadi bahan baku favorit di berbagai olahan makanan. Karena selain bentuknya yang unik, cita rasa berbahan fermentasi ini diyakini mampu menambah kenikmatan, apalagi jika disajikan sebagai teman makan. Namun, siapa sangka, di balik keunikannya, tersimpan sejarah panjang yang tak banyak diketahui. 

Menurut sejarahnya, Oncom merupakan olahan fermentasi yang sudah ada sejak abad ke-17. Penamaan“oncom” sendiri mulai populer di abad ke-19, berdasarkan keterangan para ahli botani asal Belanda. 

Mulanya, Oncom lahir dari kreativitas masyarakat Jawa Barat pada zaman dahulu dalam mengawetkan makanan sisa. Mereka melakukan teknik fermentasi terhadap sisa bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas kedelai, dan ampas kelapa.

Dalam prosesnya, sisa makanan tersebut  direndam dalam air bersih selama 3-4 jam, setelah itu ditiriskan, diayak, dan kemudian dicampur dengan tepung tapioka. Selanjutnya, campuran adonan tersebut dikukus dan diratakan di atas tatakan berbahan bambu dan diberi ragi. Terakhir, adonan ditutup dengan daun pisang dalam suhu ruang yang hangat selama 2 sampai 3 hari.

Ada dua macam jenis Oncom, yaitu oncom merah dan oncom hitam. Oncom merah umumnya dibuat dari bungkil tahu, sedangkan oncom hitam umumnya dibuat dari bungkil kacang tanah yang dicampur ampas  singkong. Konon, semakin tinggi kandungan kacang, maka kualitas dan rasa dari Oncom akan semakin baik.

Tidak hanya bagi masyarakat Sunda, hingga saat ini, eksistensi Oncom juga mengudara hingga mancanegara dan menjadi bahan baku favorit yang diolah menjadi berbagai hidangan kuliner. Oncom juga kerap dipamerkan di beberapa food festival luar negeri, sebagai makanan asli Indonesia yang bernilai tinggi. 




0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka