ADVERTISEMENT
Beranda 200 Tahun Perang Jawa dan Jejak Martabat Diponegoro

200 Tahun Perang Jawa dan Jejak Martabat Diponegoro

1 hari yang lalu - waktu baca 2 menit
200 Tahun Perang Jawa dan Jejak Martabat Diponegoro, Source: historia.id

Perang Jawa 1825-1830 tak hanya mengoyak Belanda, tapi juga mengangkat nama Pangeran Diponegoro sebagai simbol perlawanan dan martabat bangsa.

Dua abad sudah berlalu sejak meletusnya Perang Jawa pada tahun 1825, di mana Pangeran Diponegoro sebagai pemimpin dalam perlawanan tersebut. Konflik ini bukan sekadar pertempuran bersenjata, namun menjadi simbol perjuangan harga diri dan penegakan martabat di tengah penindasan kolonial.

Baca juga: Ketika Indonesia Pernah Taklukkan Jepang di Ajang Bergengsi

Pangeran Diponegoro dan Api Perlawanan atas Penghinaan

Perang Jawa bermula dari konflik pribadi yang berujung pada ledakan besar melawan kekuasaan kolonial. Penghinaan yang diterima Pangeran Diponegoro dari pejabat Belanda, termasuk pemaksaan menerima kembali selir yang telah dinodai, menjadi pemicu utama kemarahan sang pangeran. Martabat yang diinjak-injak melahirkan perlawanan berdarah selama lima tahun melawan dominasi kolonial.

Peter Carey, sejarawan yang meneliti hidup Diponegoro, menggambarkan bahwa inti dari perang tersebut berakar dari keinginan untuk dihormati. Esensi ini diangkat kembali dalam pameran “200 Tahun Perang Jawa” yang digelar oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 20 Juli 2025. Aminudin Aziz selaku Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), menghubungkan semangat Diponegoro dengan visi barunya yaitu Perpustakaan Hadir Demi Martabat Bangsa.

Warisan Sejarah dan Pengaruh Perang Jawa di Masa Kini

Perang yang berkobar dari tahun 1825 hingga 1830 menjadi luka besar bagi Belanda. Selain menguras keuangan kolonial, dampaknya terasa hingga ke Eropa. Salah satunya yaitu pemisahan zona Belgia dari Belanda. Untuk menutup kerugian tersebut, Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch memberlakukan Sistem Tanam Paksa yang menyengsarakan rakyat Jawa.

Pangeran Diponegoro meninggalkan warisan pemikiran berupa naskah Babad Diponegoro, yang ditulisnya selama masa pengasingan di Makassar. Naskah setebal lebih dari seribu halaman itu kini menjadi referensi utama bagi banyak peneliti sejarah, termasuk Peter Carey dan Wardiman Djojonegoro. Naskah Babad Diponegoro telah diusulkan untuk diakui menjadi bagian dari Memory of the World UNESCO.

Baca juga: Pacu Jalur Kuansing, Tradisi Unik Perahu Lomba dari Riau

Nah Warginet, nama Diponegoro mungkin telah melampaui batas sejarah itu sendiri. Ia hidup dalam nama jalan, universitas, hingga simbol perjuangan. Sementara para penindasnya dilupakan, semangat Diponegoro tetap membara sebagai pengingat bahwa perjuangan menegakkan martabat tidak pernah sia-sia.

 

Sumber: historia.id

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.