Bulan Puasa di Garut Masa Kolonial, Seperti Apa Ya?
Sejak zaman kolonial Belanda, masyarakat muslim Indonesia, termasuk masyarakat Garut memiliki tradisi unik dan menarik saat bulan puasa. Seperti yang Warginet ketahui, masyarakat Garut akan membersihkan makam keluarga dan kerabatnya menjelang bulan puasa. Sementara untuk nyadran atau nyekar (menabur bunga sembari berdoa) akan dilakukan disekitar hari lebaran.
Namun selain itu, masih ada tradisi lain yang sering dilakukan oleh masyarakat Garut, seperti:
Ngabuburit: Menanti Berbuka Puasa dengan Melakukan Berbagai Kegiatan Bermakna
Salah satu tradisi yang telah ada sejak masa kolonial adalah ngabuburit, yaitu kegiatan menunggu waktu berbuka puasa. Pada masa itu, masyarakat Garut mengisi waktu menjelang maghrib dengan berbagai aktivitas, seperti membaca Al-Qur'an, berdiskusi keagamaan, atau sekadar berkumpul di alun-alun kota.
Biasanya orang-orang yang tinggal di sekitar pusat kota Garut melakukan ngabuburit dengan jalan-jalan berkeliling kota. Ada juga yang bepergian dengan kereta api, bisa ke Cibatu atau Cikajang.
Tradisi ini menunjukkan semangat kebersamaan dan kekhusyukan dalam menjalankan ibadah puasa.
Membaca Al-Qur'an: Mengkhatamkan Selama Ramadan
Membaca Al-Qur'an menjadi kegiatan utama bagi masyarakat Garut selama bulan puasa. Mereka yang mahir membaca Al-Qur'an biasanya menargetkan untuk mengkhatamkannya sejak awal Ramadan hingga sebelum hari lebaran tiba. Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan pemahaman keagamaan, tetapi juga mempererat hubungan sosial di antara warga.
Libur Sekolah Selama Ramadan: Kebijakan Pemerintah Kolonial
Menariknya, pada masa kolonial Belanda, pemerintah memberikan libur sekolah selama bulan puasa. Kebijakan ini memungkinkan para pelajar untuk lebih fokus menjalankan ibadah dan mengikuti berbagai kegiatan keagamaan. Langkah ini menunjukkan adanya pengakuan terhadap pentingnya Ramadan bagi masyarakat Muslim saat itu.
Pengiriman Makanan: Tradisi Berbagi dengan Para Menak
Di kalangan bangsawan Sunda atau menak, terdapat tradisi mengirim makanan selama Ramadan dan Idul Fitri. Misalnya, pada tahun 1934 di Cibatu, Garut, seorang warga mengirim makanan untuk istri bupati sebagai bentuk penghormatan. Tradisi ini mencerminkan hubungan sosial yang erat antara masyarakat dan para pemimpin lokal.
Penggunaan Petasan: Euforia Ramadan Legal dari Pemerintah
Perayaan Ramadhan di Garut juga dimeriahkan dengan membunyikan petasan. Namun, untuk menjaga ketertiban, pemerintah kolonial mengatur penggunaan petasan melalui peraturan resmi atau disebut dengan besluit. Hal ini menunjukkan bagaimana tradisi lokal beradaptasi dengan kebijakan pemerintah saat itu.
Tradisi-tradisi tersebut menggambarkan bagaimana masyarakat Garut pada masa kolonial menjalani bulan puasa dengan penuh semangat dan kekhusyukan. Meskipun berada di bawah pemerintahan kolonial, masyarakat berhasil mempertahankan dan mengembangkan kebiasaan yang memperkaya nilai-nilai keagamaan dan budaya lokal.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.