Dewan Pendidikan Garut: Fosil Birokrasi atau Jembatan Partisipasi?
Garut – Peran Dewan Pendidikan di era digital kembali dipertanyakan. Lembaga yang seharusnya menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah dalam memajukan pendidikan, kini justru dianggap tak lebih dari sekadar "fosil birokrasi" yang tidak relevan.
Pandangan tajam ini datang dari seorang pemerhati sekaligus praktisi pendidikan, Ridwan. Menurutnya, di tengah arus digitalisasi yang kian pesat, keberadaan Dewan Pendidikan Garut dinilai mandul dan tak lagi efektif.
Baca Juga: Batik Garut SHD: Simbol Budaya yang Sarat Nilai Matematika
Ia menyampaikan kritik pedasnya kepada awak media pada Kamis, 11 September 2025.
"Dewan Pendidikan Garut sudah usang, tidak efektif, dan hanya menghabiskan anggaran," ujar Ridwan. Ia menyoroti minimnya terobosan dan suara lantang dari lembaga ini di tengah berbagai isu krusial yang menimpa dunia pendidikan Garut.
Dari polemik Pendidikan Anak Usia Dini (PKBM) fiktif, masalah infrastruktur sekolah, hingga lemahnya pengawasan, Dewan Pendidikan Garut seolah memilih diam.
Padahal, menurut Ridwan, di era serba digital ini, masyarakat dapat dengan mudah mengawasi dan memberikan masukan melalui berbagai platform online dan media sosial.
"Kenyataannya, publik jauh lebih percaya pada kontrol digital yang terbuka, cepat, dan transparan dibandingkan lembaga formal yang kerap kehilangan arah," tambahnya.
Baca Juga: 5 Universitas di Indonesia Masuk Daftar Red Flag Integritas Ilmiah
Solusi Modern untuk Pendidikan Garut
Ridwan menyarankan agar pemerintah Garut berani mengambil langkah terobosan dengan membubarkan Dewan Pendidikan. Ia berpendapat bahwa dana operasional lembaga tersebut dapat dialihkan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.
"Uang negara sebaiknya dipergunakan untuk hal yang lebih bermanfaat, seperti membantu siswa miskin, perbaikan gedung sekolah yang rusak, dan fasilitas sekolah lainnya," tegasnya.
Menurutnya, membiarkan Dewan Pendidikan terus beroperasi hanya akan menjadi beban yang menghambat laju modernisasi pendidikan di Garut. Solusi yang lebih relevan, menurut Ridwan, adalah memperkuat kanal partisipasi digital yang sudah ada.
Kritik ini membuka diskusi penting tentang masa depan lembaga-lembaga formal di era yang serba terkoneksi. Akankah pemerintah Garut mendengarkan masukan ini dan berani melakukan terobosan demi pendidikan yang lebih efisien, transparan, dan berpihak pada masa depan?
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.