Dongeng Sunda Asal Usul Blok Naringgul
Di Kampung Lengkong Kaler, Desa Sindangsari Kecamatan Cisompet Kabupaten Garut terdapat satu daerah yang terkenal dengan Blok Naringgul yang luasnya puluhan hektar. Daerah tersebut penuh dengan batu yang sangat besar dan yang berukuran sedang jumlahnya lebih dari ratusan bahkan ribuan. Ukuran batu-batu tersebut mulai yang dari sebesar gedung sampai yang sebesar ember. Awalnya daerah ini disebut bekas gunung meletus, tetapi di daerah tersebut tidak ada gunung api besar, dikira bekas longsor jaman dahulu pun tidak ada bekasnya.
Menurut cerita para leluhur, zaman dahulu di daerah tersebut ada satu kerajaan yang terkenal dengan Nagara Daha yang menjadi raja nya saat itu adalah Raja Gurit Sakti, pamannya terkenal Gurit Salaka. Kekayaan nagara sangat besar mulai dari dikelilingi oleh pegunungan, sungai mengalir dimana-mana, dan tanahnya subuh sekali. Isinya benar-benar cukup sandang dan pangan, Sepi paling towong rampog, gemah ripah loh jinawi, tiis dingin paripurna.
Pada suatu hari, Raja Sinewaka merembukan dari hal kedatangan tamu satu perempuan yang sedang mengandung, yang dikenal dengan Nyi Sumur Bandung. Meminta perlindungan dari kerjanaan daha karena dikejar oleh masyarakat yang berontak ke nagara.
Guru Sakti berkata, “Kakang Patih, sebagimana yang diketahui, sampai minta perlindungan. Padahal di nagara sedang terjadi huru hara. Bagaimana jika nanti yang menyusulnya sampai kesini?”
Dawuh Patih menjawab, “duh sang raja, mau bagaimana pun kita wajib melindungi,”
“bagaimana jika yang menyusul kesini akan menjadikan kita sebagai musuh juga?”
“lebih baik sebelum kedatangan yang menyusul, kita harus sudah bersiap,”
“dengan itu saya menyerahkan saja kebijakannya bagaimana,”
“boleh saja, atasan yang bisa bertanggungjaeab,” jawab patih.
Sesudah sinewaka bubar, Sang Patih mengumpulkan senapatinya untuk mengajak teman-temannya menjaga di pos masing-masing.
Diceritakan terhalang beberapa hari dari hari tersebut, utusan pemberontak datang ke Nagara Daha. Lalu dihadapkan kepada sang Raja, setelah bertemu sang Raja pun berkata,
“Hei Ki Silah, darimana asal daerah tetap anda?” tanya Sang Raja
“Sang Raja, saya berasal dari nagara Mandala Ayu. Diutus oleh pempimpin saya yang terkenal Ki Manggala Wisesa, bermaksud untuk menyusul Nyi Sumur Bandung akan dibawa ke nagara saya, akan dihukum mati!” jawab utusan
“beritahu ke pemimpin anda, saya tidak bisa memberikan Nyai Sumur Bandung karena itu adalah tamu saya, wajib dihormati dan dilindungi oleh saya!” jawab lagi Sang Raja
“Sang Raja, anda melindungi musuh saya, jadi anda juga musuh saya?” tanya utusan
Raja menjawab dengan lembut, “Ya kalo tidak bisa dengan jalan damai, itu bagaimana anda, oleh saya tidak akan diantarkan.!”
“Sang Raja, saya pamit mundur,” jawab utusan sembari keluar untuk pulang ke nagaranya.
Ketika utusan telah pergi, di nagara daha sangat berisik dan ramai karena Semua barang-barang yang ada diamankan di guha-guha. Semua laki-laki yang kuat membawa senjata, ada tumbak, badi, cagak, gobang, keris, bandring, garonggang, dan lainnya. Setiap pasir yang mengelilingi puseur dayeuh dijaga oleh para tentara nagara daha yang dipimpin oleh senapati yang terkenal dengan Ki Purba Caraka.
Diceritakan di suatu hari, banyak pasukan pemberontak di bawah pimpinan Ki Manggala Wisesa, tidak ada janji lagi, mulailah bertarung antara pasukan Daha dan pasukan Mandala Ayu. Barisan Mandala Ayu banyak sekali orang-orang pilihan yang sudah banyak pengalamannya dalam bertarung. Sedangkan barisan Daha hampir semuanya kurang pengalaman dalam pertarungan, karena mereka dari nagara pertanian. Tidak lama setelah pasukan Daha berkurang dan mundur ke dalam kota, sehingga langsung dikejar oleh barisan Mandala Ayu.
Keadaan didalam kota sangat ramai, separuh dari pasukan Daha melawan di dalam kota. Juragan Patih dan Senapati purba Caraka sibuk mengatur pasukan untuk mempertahankan kota. Sang Raja diberitahu bahwa pasukannya hampit terdesak. Langsung Ia ingat kepada sang guru, Embah Balung Tunggal yang berada di sebelah barat Nagara Daha. Padepokannya terletak di bagian selatan Gunung Manggu Barat. Dengan segera Sang Raja mengirimkan utusan untuk meminta bantuan dari gurunya yang sakti.
Ketika datang utusannya ke Embah Balung Tunggal, mereka pun menceritakanbahwa di Nagara Daha sedang kerepotan didatangi oleh musuh dari Nagara Mandala Ayu, dan raja meminta untuk meminta pertolongan secepatnya. Hingga akhirnya Embah Balung Tunggal menyanggupi, selanjutnya Ia langsung mengambil sikap bertapa untuk meminta pertolongan kepada Hyang Widi.
Selanjutnya Ia menghentakan bumi tiga kali, sekerjap mata sudah menyembah satu jin Marid didepannya yaitu Ki Uwes Alqofi. Balung Tunggal selanjutnya memperintahkan lagi,
“heh uwes, anda harus mengumpulkan orang-orang anda ! berikan bantuan kepada pasukan daha, sekarang sedang terdesak oleh pasukan Mandala Ayu.” Katanya
“ baik silahkan” katanya
Dan mereka lansung dengan cepat memanggil pasukannya, lalu diperintahkan mengumpulkan batu dari setiap sungai dan gunung. Batu tersebut dipakai oleh pasukan untuk menyerang pasukan Mandala Ayu. Sebagiannya pun menyerang pasukan Daha, pasukan Mandala Ayu tidak ada yang bisa beranjak adri keadaan tersebut, karena terus dilempar batu-batu dengan jumlah beribu-ribu. Sehingga keadaan nagara Daha rusak akibat perang batu tersebut, orang-orang yang selamat mengungsi ke gunung manggu membuat daerah baru disana, bahkan sampai saat ini menjadi pemakamannya. Sedangkan Sang Raja dan yang lainnya sama meninggalkan kerajaan.
Nyai Sumur Bandung tidak mau keliuar dari gedung kerajaan, terus melakukan semedi dari siang sampai malam di dalam kamarnya. Takdir tidak dapat dipungkiri, kerajaan yang lain menjadi tegal ratu yang disebut Blok Naringgul. Gedung Kerajaan menjadi Goa Batu yang berukuran sangat besar.
Menurut cerita para leluhur, Nyai Sumur Bandung berubah perawakannya menjadi harimau putih, sampai sekarang pun ada di goa nagara daha. Goa tersebut sampai sekarang suka dipakai Goa Harimau, serta para harimau yang melahirkan pun bisa di goa tersebut. Tetapi meskipun begitu, di Goa tersebut terdapat Harimau yang terbilang dari daerah dekat sana dan tidak berani mengganggu.
Dari zaman dahulu sampai sekarang belum pernah ada hewan peliharaan milik masyarakat disana diterkam harimau. Jika kita melewati daerah Nagara Daha, tanah yang diinjak oleh kita akan menimbulkan suara seperti kita berjalan diatas lombang. menurut kepercayaan, itu adalah bekas menyembunyikan harta pusaka penduduk nagara Daha pada saat perang dahulu.
Sumber cerita : Buku Dongeng-Dongeng Pakidulan, Disparbud Garut
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.