Garut di Masa Penjajahan Jepang

Garut di Masa Penjajahan Jepang

Sebentar lagi Garut akan berulang tahun ke 210 tahun. Garut melewati banyak peristiwa, mulai dari kedatangan bangsa sekutu hingga bangsa Jepang Kota Garut sudah menjadi saksi bisu sejak kedatangan banyak bangsa. Jejak bangsa sekutu masih banyak kita lihat hingga saat ini, peninggalan-peninggalan bangsa Belanda juga masih dapat kita nikmati seperti stasiun kereta, alun-alun dan juga Babancong yang menjadi ikon Garut.

Di masa pendudukan Belanda Garut dikenal dengan keindahannya, bahkan Garut dijuluki sebagai Swiss van Java dan juga mooi Garut ( Garut yang permai). Namun, saat Jepang menduduki Garut tidak seindah dahulu karena pemerintahan Jepang tidak terlalu memerhatikan keindahan dan kenyamanan Kota Garut.

Pada saat itu pemerintah Jepang fokus untuk menyiapkan sumber daya alam dan manusia dari Garut untuk membantu membangun sekutu dan membangun Asia Timur Raya. Keindahan Garut mulai dari saat itulah mulai memudar, julukan Swiss van Java mungkin sudah tidak relevan lagi.

Bangsa Jepang, khususnya tentara Jepang mulai berdatangan ke Garut pada tahun 1942. Setelah menguasai Kota Bandung, pemerintah Jepang beserta tentaranya mulai mengepakan kekuasaannya, mereka datang melalui stasiun Cibatu dan stasiun Garut, bahkan mereka juga menempuh jalan raya dengan menggunakan mobil, motor hingga jalan kaki melalui jalan raya Tarogong. Garut yang saat itu dipenuhi hotel dan tempat wisata yang kemudian dialih fungsikan oleh Jepang.

Hotel Papandayan ( lokasi saat ini adalah Kantor BNI 46 dan Kodim) yang awalnya digunakan oleh para wisatawan menjadi markas para perwira tentara Jepang, sekolah Normaal School (lokasi saat ini Korem 062 Tarumanegara) dijadikan sebgai tempat tawanan perang, Cipanas dijadikan sebagai tempat perawatan orang Jepang yang sakit dan Hotel Ngamplang dijadikan rumah bagi orang-orang sipil Jepang.

 

 

 

Bahkan para penduduk sipil Jepang ini diberi pin bunga sakura sebagai tanda bahwa mereka bangsa Jepang yang berbeda dengan masyarakat Garut. Oleh karena itu, masyarakat Garut menyebut orang Jepang sebagai Jepang Sakura. Setelah menetap di Garut mereka mulai menguasai Garut, mereka mulai mengambil alih seluruh instansi, perusahaan dan perkebunan yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda.

Setelah itu, pemerintah Jepang mengerahkan segala kegiatan ekonomi yang ada di Garut untuk kepentingan perang Jepang. Para masyarakat Garut dipaksa untuk menyumbangkan harta bendanya dan para petani dipaksa untuk menanam tanaman yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Jepang. Garut di masa Jepang ini sangatlah tersiksa secara lahir dan batin, bahkan saat itu masyarakat Garut kesulitan bahang pangan dan sandang. Untuk bahan sandang saat itu masyarakat Garut menggunakan karung goni sebagai pengganti pakaian .

 

Sumber : Kunto Sofianto dalam Sosiohumaniora, Volume 16 No. 1 Maret 2014: 51 -61


Baca lainnya

0 Komentar :

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.