Masjid Al-Syuro Pangatikan, Markas Perang Para Pejuang


Selain menjadi tempat ibadah, pada zaman penjajahan, masjid juga digunakan sebagai markas atau tempat penyusunan strategi perang. Seperti Masjid Al-Syuro Pangatikan, yang telah berdiri sejak tahun 1930-an sebagai saksi bisu beberapa peristiwa besar di Indonesia.

Masjid Al-Syuro Pangatikan atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Cipari, terletak di lingkungan Pondok Pesantren Cipari di Kampung Cipari, Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, Garut. Masjid dengan menara yang menjulang setinggi 20 meter ini, merupakan jejak perjuangan masyarakat Garut pada zaman kolonial Belanda.

Menurut sejarahnya, pada tanggal 17 April 1952, pasukan Darul Islam menyerbu komplek Pesantren Darussalam, tempat masjid ini berada. Kemudian, Kiai Yusuf Tauziri selaku pimpinan pesantren menjadikan masjid ini sebagai benteng pertahan. Serangan tersebut kemudian menghancurkan bangunan masjid, juga menewaskan 11 santri.

Meski telah berusia 85 tahun, masjid dengan struktur bangunan mirip gereja ini, hingga kini masih kokoh berdiri. Pada bagian kubah mesjid Al-Syuro, terdapat lubang-lubang bekas senapan yang menjadi bukti pemberontakan di masa lampau.

Selain berfungsi sebagai pesantrean, pada masa pemberontakan DI/TII, Masjid Al-Syuro Pangatikan digunakan sebagai markas para pejuang. Diantaranya menjadi tempat pengungsian, pelatihan perang, dan tempat perawatan luka para korban pertempuran ketika kembali hijrah ke Yogyakarta.

Sedangkan pada zaman G30S/PKI, masjid ini berperan sebagai tempat perjuangan melawan PKI, tempat pertemuan para ulama, dan dapur umum. Sementara menara masjid ini digunakan untuk memantau pergerakan musuh yang hendak menyerang.

Kini, bangunan masjid ini telah digunakan sebagai pusat pesantren yang dikelilingi oleh rumah-rumah pengelola masjid dan madrasah.

 

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka