Max Dauthendey Sastrawan Jerman Penulis Puisi An Den Cikuray


Puisi An Den Cikuray atau yang berarti Kepada Cikuray adalah sebuah puisi yang menceritakan kemegahan Gunung Cikuray. Seluruh penduduk Garut sudah mengetahui bagaimana megahnya Gunung Cikuray dan kemegahan Gunung Cikuray ini ternyata menguntuk hati sang sastrawan Jerman yakni Max Dauthendey.

Max Dauthendey adalah seorang penyair dan juga pengaran prosa impresionistis yang dimana karya-karya yang ditulisnya memiliki latar belakang yang eksotis. Max Dauthendey pergi ke Indonesia pada April 1914 dan mengunjungi beberapa tempat mulai dari Papua, Sumatera Utara, Batavia, Garut dan Malang. Selama di Garut Dauthendey tinggal di Cisurupan dan dillingkungan kebun teh Gunung Papandayan.

Selama Max Dauthendey tinggal di Garut ia sudah menghasilkan dua karya berupa novel yang berjudul Unterdem grossen Warringin baum dan puisi An Den Cikuray yang ditulis pada tahun 1915. Selama berkeliling Indonesia Dauthendey mengirimkan surat kepada istrinya di Jerman dan menceritakan keindahan Garut dan Pulau Jawa. Bahkan dalam suratnya Dauthendey menjelaskan bahwa pemandangan di Garut dapat mengobati rasa bosan yang ia rasakan ketika hidup di Eropa dan ketika ia di Pulau Jawa ia melihat praktik kolonialisme yang tidak manusiawi sehingga ia mengutuk seluruh bentuk kolonialisme yang ada di dunia ini.

Berikut adalah terjemahan puisi An Den Cikuray yang diterjemahkan oleh Berthold Damshauser dan Ramadan KH ke dalam bahasa Indonesia. An Den Cikuray atau Kepada Cikuray ini merupakan puisi yang ditulis Dauthendey ketika ia merindukan istrinya yang berada di Jerman.

Kepada Cikuray

Oh Gunung, yang nyundul angkasa,

Puncakmu nyaksikan zaman segala,

Englau yang abadi, yang tak dapat menjadi tua,

Tahun-tahun yang berlalu tak menggagumu jua.

Dan anad-abad yang lewat tiada pula kau rasa.

Bila Kau sejukkan dahi di angkasa.

Kau telah hidup waktu lelaki pertama,

Merebut hati wanita yang semula.

Kau tetap akan hidup bila pasangan penghabisan

Lenyap pada peradaban penutupan.

Betapa penting kuanggap kesusahanku.

Betapa penting hari kematin, hari ini dan esok.

Kau mengajar melihat jauh di atas kesehatian,

Kau mengajar untuk percaya pada keabadian.

Garut, 1915

 

Sumber :

  1. Kandang Ayam karya Afrizal Malna (Januari 2021)

  2. Nurel Javissyarqi dalam Pustakapujangga.com


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka