Perjuangan Raden Ayu Lasminingrat dan Teori Postcolonial Feminism 2


Perempuan di Hindia Belanda pun pada saat itu jadi kaum termarjinalisasi dalam segala hal mulai dari status sosial, budaya hingga struktur ekonomi. Tidak hanya patriaki, kekuatan kolonialisme yang menekan perempuan pada saat itu, perempuan dari negara penjajah-pun tentu saja menjadi penekan bagi para perempuan di negara yang terjajah. Seperti pada masa penjajahan perempuan pribumi hanya dijadikan sebagai dayang dan tidak diberikan akses yang sama dengan perempuan dari negara penjajah, sehingga dapat dikatakan bahwa perempuan pribumi ini mengalami penjajahan dua kali atau double colonization.

Raden Ayu Lasminingrat sadar akan keadaan ini dan ia ingin membantu perempuan-perempuan di Garut untuk bisa memiliki kemampuan yang dimiliki oleh kaum laki-laki dan kaum perempuan dari negara penjajah. Bahkan disaat itu gerakan feminism merupakan hal asing di Hindia Belanda, Raden Ayu Lasminingrat sudah mengambil bagian dalam gerakan feminisme ini. Salah satu usaha Raden Ayu Lasminingrat untuk melawan ketidaksetaraan ini ialah mendiirkan Sekolah Kautaman Istri pada tahun 1907. Sekolah ini berlokasi di ruang gamelan, Pendopo Kabupaten Garut.

Sekolah ini memiliki kurikulum yang dirancang sendiri oleh Lasminingrat. Sekolah ini semankin berkembang dan pda tahun 1911 muridnya sudah mencapai 200 orang. Untuk menampung semua murid maka dibangunlah lima kelas di samping gedung pendopo. Sekolah ini kemudian di sah-kan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1913 dan pemerintah Hindia Belanda menyebutnya sebagai Vereeneging Kautamaan Istri Scholen. Sekolah ini semakin berkembang dan memiliki tiga cabang yang dibangung di Bayongbong, Cikajang dan Kota Wetan.

Di sekolah Kautamaan Istri para perempuan diajarkan banyak hal mulai dari membaca, menulis, berhitung, memasak, merapihkan baju, menjahit dan segala hal yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehingga para perempuan Sunda dapat menjadi perempuan yang mandiri. Aksi Lasminingrat tentu saja tidak hanya terbatas untuk memajukan perempuan di Garut, Lasminingrat membantu Dewi Sartika dalam mendirikan Sakola Istri di tahun 1904.

Jika dilihat dari sejarah hidupnya Raden Ayu Lasminingrat merupakan seorang bangsawan sehingga ia memiliki akses pendidikan yang luar biasa. Namun, dengan akses pendidikan yang dimilikinya Lasminingrat menjadikan ia sebagai tokoh yang humanis. Apa yang ia dapatkan Lasminingrat ingin membaginya dengan kaum perempuan lain, ia ingin perempuan lain bisa merasakan pendidikan dan menjadi cerdas.

Raden Ayu Lasminingrat adalah seorang feminist, ia berjuang agar perempuan pada masa itu yang mengalami penjajahan ganda dapat mendapatkan apa yang kaum laki-laki dan perempuan penjajah dapatkan. Raden Ayu Lasminingrat ingin menghentikan efek dari penjajahan yang dirasakan oleh kaum perempuan, jika tidak dihentikan maka kaum perempuan pada di masa penjajahan akan semakin ditekan oleh patriaki, kekuatan kolonialisme bahkan penekanan dari kaum perempuan yang menjadi bagian dari kolonialisme.


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka