Sasakala Gunung Kendang dari Kecamatan Cisompet


Sasakala Gunung Kendang merupaka cerita rakyat populer yang berasal dari Kecamatan Cisompet. Cerita rakyat ini mengisahkan asal-usul Gunung Kendang yang terletak di Komplek Kahutanan Blok Jagasatru, Desa Sukamukti, Kecamatan Cisompet. Cerita ini bermula dari seorang lelaki yang berana Ki Sutaarga.

Ki Sutaarga ini akan menggelar pesta dimana di dalam pesta tersebut akan menampilkan wayang. Ki Sutaarga meminta agar sang dalang memainkan lakom yang merupakan peran yang dilarang untuk dimainkan oleh dalang tersebut. Kemudian sang dalang berkata bahwa lakon tersebut bisa dimainkan asalkan tidak sampai tamat.

Namun, Ki Sutaarga dengan rasa penasaran yang tinggi ingin mengetahui kisah lakon yang dipantang tersebut hingga akhir. Ki Sutaarga siap membayar berapapun untuk mengetahui kisah akhir dari lakon tersebut. Ki Sutaarga segera menyodorkan bayaran yang besar kepada dalang tersebut. Melihat bayarannya yang besar dan penonton yang semakin ramai sang dalan-pun segera melanjutkan kisah sang lakon yang dipantang tersebut.

Memasuki kisah akhir sang sinden, Nyai Astrakembang menembang dengan suara yang sangat lantang dimana shuaranya terdengar hingga pelosok desa. Mendengar tembang tersebut para warga desa berbondong-bondong untuk menonton pertunjukan wayang. Pertunjukan wayang hampir selesai di waktu subuh. Kemudian datang petugas yang mengenakan seragam Kabupaten yang memerintahkan dalang, sinden, nayaga, katut gamelan untuk menghadap Bupati.

Karena perintah tersebut sang Dalang-pun segera membereskan panggung dan izin kepada Ki Sutaarga bahwa ia dipanggil oleh Bupati dan harus segera memenuhi panggilan tersebut. Dalang dan teman-temannya dikawal oleh petugas atau upas untuk berkunjung ke rumah Bupati.Di perjalanan jalanan-pun kosong melompong, sang Dalan tidak bertemu dengan siapapun.

Sesampainya di Rumah Bupati sang Dalang melihat rumah mewah nan besar. Namun, ketika Dalang tersebut menoleh dia tidak melihat dua petugas Kabupaten atau upas yang tadi mengawalnya hingga ke rumah Bupati. Bahkan tidak ada jejak sama sekali dari kedua upas tersebut. Sang Dalang hanya melihat gamelan miliknya yang tergelatk di tanah. Gamelan tersebut selama perjalanan diangkut oleh kedua upas tersebut.

Ketika sang Dalan menoleh kembali ia tidak melihat rumah mewah tersebut, rumah mewah tersebut hilang begitu saja dan sang Dalang hanya kehampaan, tidak rumah ataupun bangunan lainnya di sana. Kemudian gamelan dan alas duduk yang digunakan oleh sinden tersebut berubah menjadi batu yang keras. Tempat tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Gunung Kendang.

Menurut kisah yang bereda setiap malam Selasa ataupun malam Jumat Kliwon banyak mendengar suara gaduh seperti banyak orang yang sedang berpestas. Terdengar suara sinden yang bernyanyi, suara kendang yang ditabuh hingga suara sorak ramai dari penonton. Suara gaduh ini kadang membuat para warga penasaran, sehingga banyak warga yang memeriksa asal suara tersebut. Namun, sesampainya di sumber suara mereka tidak menemukan apapun. 


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka