Sejarah THR, Mulai dari Hadiah Lebaran hingga Jadi Tradisi yang Paling Dinantikan


Menjelang lebaran, perbincangan mengenai THR sudah mulai ramai dibicarakan oleh berbagai kalangan. Karena selain menjadi kewajiban yang harus dibayarkan, tradisi pemberian THR sudah menjadi budaya yang paling dinantikan.

THR atau Tunjangan Hari Raya adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan perusahaan kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya lebaran. Menurut sejarahnya, Tunjangan Hari Raya atau THR mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1950-an oleh Perdana Menteri dari Masyumi, Soekiman Wirjosandjojo. Seorang adik kandung dari Satiman Wirjosandjojo, pendiri Jong Java yang lahir di Jawa Tengah, 1898.

Tahun 1943

Di masa pendudukan Jepang, terdapat istilah "Hadiah Lebaran" sudah marak di kalangan masyarakat. Khususnya bagi Pegawai Negeri, bersamaan dengan terbitnya Surat Edaran nomor 3676/54 yang dikeluarkan oleh Menteri Perburuhan S. M. Abidin.

 Tahun 1953


Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) menyuarakan: "Pemberian tunjangan hari raya bagi semua buruh sebesar satu bulan gaji kotor". Hal tersebut kemudian diamini oleh perusahaan dengan ketentuan THR tersebut hanya diberikan kepada mereka yang telah bekerja sekurang-kurangnya selama 3 tahun. 

Tahun 1954


Terbit Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1954 tentang "pemberian Persekot Hari Raja Kepada Pegawai Negeri tanggal 19 Maret 1954. Istilah "Hadiah Lebaran" dan "Pembajaran Istemewa Lebaran" berganti ke "Tunjangan Hari Raya Lebaran".


Tahun 1994

Kemudian bedasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor: PER-04/MEN1994 tanggal 16 September 1994. THR menjadi hak buruh perusaan.


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka