Beranda Surak Ibra, Kesenian Unik Garut yang Sarat Sindiran terhadap Penjajah Belanda

Surak Ibra, Kesenian Unik Garut yang Sarat Sindiran terhadap Penjajah Belanda

6 hari yang lalu - waktu baca 1 menit
sumber: Istimewa

Surak Ibra atau dikenal juga sebagai Boboyongan, adalah kesenian tradisional khas Garut yang memadukan unsur tari, musik, dan drama. Kesenian ini diciptakan pada tahun 1910 oleh Raden Djajadiwangsa di Kampung Sindangsari, Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut.

Tujuan utama penciptaannya adalah sebagai bentuk sindiran terhadap penjajahan Belanda dan untuk membangkitkan semangat juang masyarakat dalam melawan penindasan.

Pertunjukan Surak Ibra melibatkan sekitar 30 hingga 60 orang, terdiri dari penari dan pemain musik tradisional seperti angklung dan dogdog. Pertunjukan diawali dengan barisan pemuda yang membawa obor menyala, membentuk formasi berbanjar sambil memperagakan gerakan pencak silat.

Seorang tokoh utama kemudian diangkat dan dilempar-lempar ke atas oleh para penari lainnya, diiringi sorak-sorai dan musik yang semakin cepat temponya. Atraksi ini melambangkan semangat gotong royong dan persatuan dalam mencapai kemerdekaan.

Makna mendalam dari Surak Ibra terletak pada simbolismenya sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah. Gerakan mengangkat tokoh utama mencerminkan harapan masyarakat untuk memiliki pemimpin yang mampu mempersatukan mereka dalam perjuangan melawan kolonialisme.

Selain itu, kesenian ini juga bertujuan menanamkan rasa persatuan, semangat kebersamaan, dan kemandirian dalam membangun pemerintahan sendiri yang bebas dari campur tangan penjajah.

Seiring berjalannya waktu, Surak Ibra mengalami penurunan popularitas dan terancam punah akibat minimnya regenerasi dan pengaruh globalisasi. Upaya pelestarian sangat diperlukan agar kesenian yang sarat nilai sejarah dan budaya ini tetap dikenal oleh generasi muda dan terus menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.