Upacara Seba : Penyerahan Penghormatan dan Permohonan Maaf Kepada Roh Leluhur


Upacara tradisional merupakan kegiatan upacara yang berkaitan dengan tradisi berbagai acara di masyarakat terkait. Ritual adat juga menjadi bagian integral dari budaya masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu, ritual adat dapat mempersatukan semangat solidaritas masyarakat dan mempunyai nilai penting sebagai pedoman perilaku masyarakat. Bukan tidak mungkin ritual-ritual tersebut akan dihilangkan satu per satu.

Di Kabupaten Garut, ada beberapa lokasi yang kerap menggelar upacara adat tersebut. Salah satu upacara yang masih rutin diselenggarakan adalah UPACARA SEBA di Kabuyutan Ciburuy. Kabuyutan Ciburuy terletak di Desa Ciburuy, Desa Pamalayan, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut. Upacara ini bertujuan untuk menghormati  karuhun atau leluhur dengan cara merawat benda-benda peninggalan leluhurnya. Peninggalan tersebut diyakini merupakan peninggalan zaman Prabu Siliwangi yang kemudian dilanjutkan oleh putranya Prabu Keyan Santang.

Seba berlangsung pada hari Rabu, minggu ke-3 Muharram, tepatnya Rabu (Kamis malam). Upacara seba dimulai pada pukul 19.30 hingga 23.00 WIB. Upacara ini tidak hanya melibatkan keluarga Kuncen (wali) namun juga  masyarakat setempat dan  peziarah yang sudah terbiasa mengikuti upacara Seba  sebagai tradisi yang harus diikuti setiap tahunnya.

Menurut kamus bahasa Sunda, Seba berarti menyerahkan sesuatu berupa benda atau barang yang baik kepada seseorang yang dihormati atau diagungkan. Ritual Seba bermakna memberi penghormatan dan meminta maaf kepada arwah leluhur dua tokoh legendaris Kerajaan Sunda, Prabu Siliwangi dan Prabu Keyan Santang, yang peninggalannya di Kabuyutan Ciburuy masih dilestarikan untuk diwariskan kepada generasi berikutnya. Tentunya mohon maaf karena pemeliharaan benda-benda tersebut kurang sempurna, selalu ada kekurangannya.

Peninggalan tersebut disimpan di dua tempat: di BUMI PATAMON dan BUMI PADALEMAN. Di Bumi Patamon, selain digunakan sebagai tempat tinggal Kuncen, juga disimpan sejumlah benda seperti: Bedog Langlang Buana, Bedog Dulfakor, Keris Gagak Lumayung, Keris Gagak Lumantung, Keris Samiyang Kembang Kabuyutan dan Goong Renteng serta masih banyak lagi situs peninggalan sejarah lainnya.

Sedangkan di Bumi Padaleman menyimpan benda-benda Pusaka berupa  :Naskah Kuno daun lontar dan nipah, bende (lonceng yang terbuat dari perunggu), kujang (senjata prabu siliwangi), Trisula – Peso Panggot – Kacamata – Gunting, dan tombak.

Masyarakat setempat rutin menyelenggarakan upacara pencucian keris yang dilakukan setiap bulan pada bulan Muharram. Di kawasan situs Ciburuy juga terdapat larangan berupa pantangan bahwa setiap hari Jumat dan Sabtu tidak boleh ada siapapun yang memasuki kawasan situs Ciburuy Kabuyutan. Naskah kuno yang disimpan di situs Kabuyutan Ciburuy merupakan salah satu yang tertua.

Sesuai dengan cara dan media penulisan, isi naskah ini disusun pada abad ke-15 Masehi. Cara penulisannya adalah dengan menggunakan benda tajam yang ditempelkan pada daun lontar dan daun lontar dengan menggunakan bahasa dan aksara Sunda kuno. Naskah ini dinamakan “Amanat Galunggung”. Dikatakan demikian karena isinya berupa nasehat mengenai etika dan budi pekerti masyarakat Sunda kuno. Sedangkan pembuat naskahnya adalah Rakeyan Darmasiksa, penguasa Galunggung di tujukan kepada puteranya bernama Ragasuci (Sang Luhaming Taman).

Sumber :  Disparbud


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka