Beranda Achmad Noeman, Arsitek Asal Garut Pelopor Masjid Tanpa Kubah
ADVERTISEMENT

Achmad Noeman, Arsitek Asal Garut Pelopor Masjid Tanpa Kubah

5 jam yang lalu - waktu baca 3 menit
Achmad Noeman, Arsitek Asal Garut Pelopor Masjid Tanpa Kubah. (Source: Instagram/@gnfi)

Pemikiran dan karya Noe'man membuka jalan bagi desain masjid yang lebih fungsional, sederhana, dan relevan dengan konteks Indonesia masa kini. 

Di tengah hiruk-pikuk arsitektur bangunan masjid di Indonesia yang sering kali memunculkan citra kubah besar sebagai simbol utama, muncul satu sosok yang menantang konvensi tersebut, yakni Achmad Noeman, arsitek asal Garut yang dikenal sebagai arsitek pelopor masjid tanpa kubah. 

Achmad Noe'man lahir di Garut, pada 10 Oktober 1926 dari keluarga yang aktif dalam gerakan keagamaan di mana ayahnya bernama Muhammad Jamhari, pendiri perserikatan Muhammadiyah di Garut.

Sejak kecil, ia sudah terbiasa menyaksikan pembangunan sekolah dan masjid di lingkungan Muhammadiyah, yang kemudian membangkitkan ketertarikannya terhadap arsitektur. 

Pendidikannya ia jalani di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di daerah Garut, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) hingga SMA di Yogyakarta. Pada tahun 1948, ia menempuh studi di Fakultas Teknik Sipil di Institut Teknologi Bandung (ITB), karena jurusan arsitektur belum tersedia.

Sebelumnya, ia sempat bergabung dengan militer Corps Polisi Militer/CPM hingga tahun 1953 dengan pangkat Letnan Dua (Letda). Kemudian ketika jurusan arsitektur dibuka, ia kembali ke bidang yang dicita-citakan, yaitu jurusan arsitektur. 

Noe'man dijuluki sebagai Arsitek Seribu Masjid karena telah merancang sangat banyak masjid baik di Indonesia maupun luar negeri.

Beberapa karya pentingnya seperti Masjid Salman ITB Bandung yang merupakan titik awal eksperimentasi tanpa kubah, Masjid Nahrul Hayat di Pupuk Kujang, Cikampek sebagai contoh nyata penerapan masjid tanpa kubah dan ruang bebas tiang, serta karya internasional seperti Masjid Syekh Yusuf di Cape Town Afrika Selatan dan mimbar di Masjid Al‑Aqsa Palestina. 

Baca Juga: Raden Hadji Moehammad Moesa Pelopor Sastra Sunda

Salah satu kontribusi paling khas dari Achmad Noe'man adalah gagasan bahwa kubah bukanlah identitas wajib sebuah masjid. Ia percaya bahwa banyak masjid tradisional memakai kubah karena faktor historis seperti adaptasi dari arsitektur Byzantium, bukan karena syariat

“Kubah merupakan bentuk struktur, bukanlah identitas sebuah masjid. Pada masa sekarang banyak yang berpikir terbalik, banyak masjid yang mengharuskan kubah tetapi malah mengorbankan shaf sholat,” ungkapnya yang dilansir dari laman Sindonews.

Noe'man mengedepankan kesederhanaan, ruang terbuka bebas tiang, dan hubungan horizontal (hablumminannas) serta vertikal (habl min Allah) dalam arsitektur masjid, misalnya pada Masjid Salman ITB yang memakai atap datar dan garis vertikal yang kuat. 

Disebutkan bahwa rancangan Noe'man untuk masjid di Garut pada tahun 1960-1963 mendapat protes warga karena bentuknya dianggap lebih mirip gereja karena tanpa kubah dan menggunakan atap pelana. 

Baca Juga: 10 Tokoh Nasional Asal Garut dari Peletak Dasar Kota Hingga Maestro Lintas Benua

Pemikiran arsitekturalnya telah memengaruhi banyak arsitek masjid kontemporer dan kajian akademik. Beberapa jurnal arsitektur mengangkat tipologi masjid karya Noe'man sebagai studi. 

Keberanian meninggalkan ikon kubah membuka ruang bahwa fungsi utama masjid lebih penting dibanding simbol statis seperti pemenuhan ruang shalat berjamaah, keterbacaan arah kiblat, dan kesederhanaan estetis.

Selain itu, Noe'man juga aktif dalam organisasi profesi arsitek dan pernah menjadi anggota dewan kurator untuk museum dan institusi terkait. 

Bagi siapa saja yang mencari inspirasi arsitektur masjid atau sejarah arsitek Indonesia, Noe'man adalah nama yang patut diingat dan menjadi referensi yang sesuai.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.