Asal-usul Gunung Gajah di Garut, Simak Ceritanya!


Gunung Gajah merupakan salah satu perkebunan karet yang terletak di Desa Depok, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut. Di atas perkebunan terdapat salah satu bukit yang memiliki batu menyerupai seekor gajah. Batu gajah tersebut dipenuhi oleh tumbuhan yang merambat panjang di daerah perutnya, hingga batu tersebut tak jatuh meskipun berada di tepian.

Oleh masyarakat Depok dahulu, di zaman masih “berswadesi”, di mana masyarakat sana masih menjual kapas dan menganyamnya sendiri. Jika Batu gajah terlihat putih, maka panen kapas akan banyak. Tapi jika terlihat seperrti abu, maka kapas tidak akan panen banyak. Hal itu menjadi pegangan kepercayaan bagi masyarakat Depok pada zaman dulu.

Sebenarnya, bagaimana tempat tersebut dinamakan Gunung Gajah? Begini Ceritanya..

Dahulu ketika Kesultanan Cirebon di masa kejayaannya sehingga dikenal sampai ke luar negeri, di bawah kepemimpinan Sultan Girilaya. Ia mempunyai seekor gajah berwarna pirang yang merupakan hadiah dari sahabatnya, yaitu para sultan dari Pulo Sumatera.

Diantara gajah-gajah itu, ada seekor gajah yang sedang memandangnya, nafsunya tak terkendali, semangatnya tak terkendali, karena ada juga gajah betina yang sedang hamil. Hal itu yang menyebabkan gajah itu marah besar, apapun yang ia temui pasti dihancurkan, tak ada yang tersisa.

Melihat kejadian tersebut, Sultan kebingungan. Dibinasakan enggan, dibiarkan semakin merusak. Beliau pergi ke sebuah kuil dan kemudian ia meminta ampunan pada yang maha kuasa agar diberikan kemudahan.

Dalam satu malam, ia dimimpikan oleh seorang kakek yang berjanggut panjang serta menggunakan jubah putih. Dalam mimpinya, kakek tersebut berkata:

“Cucuku! Apa yang kamu inginkan, Eyang paham, kamu harus mencari wanita yang bernama Sri Kawali yang letaknya di Pantai Selatan,” ujar sang kakek dalam mimpi.

Sultan menghela nafas mengingat mimpi dan nasehat itu. Selanjutnya ia bermusyawarah dengan penasihatnya. Setelah berdiskusi, ia mengirimka utusan untuk mencari wanita yang bernama Sri Kawali.

Tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan, orang yang di utus untuk mencari Sri Kawali sudah datang kembali ke Cirebon bersama salah seorang wanita yang terlihat bijaksana. Kemudian ia pergi menemui Sri Sultan dan beliau menanyakan kesanggupan Sri Kawali untuk menaklukan gajah tersebut. Sri Kawali menyanggupi apa yang diinginkan oleh Sultan.

Keesokan harinya, cuaca yang sangat bagus Sri Kawali diantar oleh para sesepuh ke tempat yang disebut dengan “Pagajahan”, yakni tempat dipeliharanya gajah milik Sultan. Tidak ada satupun tetua yang berani mendekati Pagajahan, karena takut gajah akan mengamuk, hanya Sri Kawali sendiri yang berani.

Disaat yang bersamaan, gajah jantan berlari dengan suara yang sangat keras dan mengejar orang yang berani pergi ke tempat pagajahan. Begitu sampai di dekat gajah, Sri kawali mengeluarkan jubah sutra wilisnya yang ia gunakan. Sungguh luar biasa!

Gajah yang berlari dengan kencang, seketika terlihat lemah dan tidak bertenaga. Kemuudian Sri Kawali mengikat ujung tali itu dengan seutas tali dan menuntunnya. Saat ini gajah sudah sangat jinak, sehingga ia patuh untuk dibawa kemana-mana. Masyarakat lain hanya menonton dan bersorak kebahagiaan. Sri Kawali diantar ke Istana sambil menggiring gajah.

Sesampainya di Istana, gajah tersebut diikat pada pagar besi di luar Isatana. Dia menemui Sri Sultan, dan beliau sangat senang. Kemudian Sri Kawali dihadiahi emas, berlian, dan pakaian. Gajah tersebut diberikan Sultan kepada Sri Kawali untuk dibawa ke rumahnya. Sri Kawali menunggangi gajah dan kembali ke tempat asalnya.

Tak sampai disitu, setelah sampai di suatu tempat yang dekat dengan kampung halamnnya. Gajah itu tiba-tiba tidak mau maju, dan Sri Kawali memukul telinga gajah sampai gajah itu mau maju lagi. Gajah yang ada di sana gemetar hingga berkeringat. Dengan cepat ia mengikat tubuhnya khawatir akan lepas lagi.

Gajah itu terus maju hingga menempuh bukit, belalainya bergerak-gerak, dan badannya tak mau diam. Belalainya diikat oleh selendang. Hinggga sampai saat ini tempat tersebut dinamakan “Citangkalak”. Sesampainya di suatu tempat yang rata, gajah itu mengeluarkan suara yang sangat kencang.

Anehnya, saat gajah tersebut mengeluarkan suara, tercium wangi harum dari belalainya, hingga kini menjadi nama desa “Sadawangi”.

Gajah tersebut dibawa ke sebuah bukit yang tak jauh dari Sadawangi, kemudian gajah tersebut diikat kembali oleh selendang untuk berjaga kalau berulah kembali. Lama kelamaan berubah menjadi batu yang menyerupai gajah yang disebut “Batu Gajah” dan bukitnya disebut “Gunung Gajah”.

Saat ini, Sri Kawali tinggal di Kampung Pangligaran, Desa Depok hingga kembali ke kampung halamannya. Makamnya terletak di sebelah barat Balai Desa Depok yang terkenal “Sembah Gajah” itu bukan Sri Kawali, melainkan suaminya.

Peninggalannya berupa kitab yang ditulis tangan dalam bahasa Jawa kuno yang berisi ilmu untuk menaklukan binatang buas seperti harimau, gajah, banteng, dan hewan buas lainnya.

 

 

 

Sumber : Dongeng-dongeng Pakidulan Garut


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka