ADVERTISEMENT
Beranda Bukan Sekadar Ikat Kepala, Iket Sunda Memiliki Nilai Filosofis yang Penuh Makna

Bukan Sekadar Ikat Kepala, Iket Sunda Memiliki Nilai Filosofis yang Penuh Makna

15 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
sumber: Istimewa

Di berbagai daerah di Indonesia, penutup kepala bukan sekadar pelengkap pakaian, melainkan menjadi simbol budaya dan filosofi yang dalam. Salah satu contohnya adalah Iket Sunda, yang telah dikenakan sejak masa Kerajaan di Tatar Parahyangan dan terus bertahan hingga kini sebagai bagian dari identitas masyarakat Sunda.

Kini, Iket Sunda tak hanya digunakan dalam acara budaya, tapi juga telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern. Meski tampil sederhana, iket bukan sekadar kain penutup kepala. Iket ini menyimpan makna filosofis yang dalam.

Filosofi Iket Sunda: Makutawangsa dan Pancadharma

Dalam tradisi Sunda, iket dikenal juga dengan istilah Makutawangsa, yang berarti bahwa setiap orang yang mengenakannya harus menjalankan nilai-nilai Pancadharma, yaitu:

  • Mengenal dan menghormati asal-usul diri (Purwadaksi Diri)

  • Patuh pada hukum dan aturan

  • Menuntut ilmu, tidak dibiarkan dalam kebodohan

  • Menjunjung tinggi keesaan Tuhan (Sang Hyang Tunggal)

  • Berbakti kepada bangsa dan negara

Cara melipat iket pun memiliki makna tersendiri. Langkah awalnya, kain dilipat menjadi segitiga sebagai simbol Tritangtu, refleksi dari diri, bumi, dan negeri. Kemudian dilanjutkan dengan lima lipatan sebagai tahapan Pancaniti, yaitu:

  • Niti Harti (mengerti)

  • Niti Surti (memahami)

  • Niti Bukti (membuktikan)

  • Niti Bakti (mengabdi)

  • Niti Jati (mencapai kesejatian)

Baca Juga: 

Ragam Iket Sunda: Dari Tradisional Hingga Praktis

Kang Mochamad Asep Hadian Adipradja dari komunitas Pulasara Iket membagi jenis-jenis iket ke dalam tiga kategori besar.

1. Iket Rékaan Baheula (Tradisional)

Jenis iket ini telah digunakan turun-temurun dalam kehidupan sehari-hari di kampung-kampung adat Sunda, tanpa pengaruh budaya luar. Umumnya dikenakan sejak kecil hingga tua oleh masyarakat adat.
Beberapa contoh iket jenis ini antara lain:

  • Iket Barangbang Semplak

  • Iket Julang Ngapak

  • Iket Parekos Nangka

  • Iket Kuda Ngencar

  • Iket Maung Heuay

Menurut Kang Asep, batasan iket tradisional ini adalah sebelum tahun 1999, saat dokumentasi oleh Museum Sri Baduga mulai dibuat.

2. Iket Rékaan Kiwari (Modern Karya Baru)

Jenis iket ini merupakan hasil kreasi individu berdasarkan inspirasi atau penemuan ulang dari bentuk lama. Walau lebih modern, prinsip dasarnya tetap menggunakan kain berbentuk segi empat (juru opat).
Contoh iket kiwari meliputi:

  • Iket Candra Sumirat

  • Iket Maung Leumpang

  • Iket Hanjuang Nangtung

Perkembangannya mulai terlihat sejak tahun 2011 hingga kini.

3. Iket Praktis (Siap Pakai)

Sesuai namanya, iket ini tidak perlu lagi diikat manual. Tinggal pakai, praktis untuk siapa saja. Meski mudah dipakai, desainnya tetap menggunakan pola dan kain khas Sunda.
Beberapa contoh:

  • Iket Praktis Makutawangsa

  • Iket Praktis Parekos

  • Iket Praktis Mancala Putra

Jenis ini mulai populer sejak tahun 2008.

Menjaga Warisan, Menyemai Nilai

Iket Sunda bukan sekadar benda. Ia adalah warisan, nilai, dan identitas. Di balik sehelai kain, tersimpan filosofi tentang hidup yang luhur. Melestarikan dan mengenalkannya kepada generasi muda adalah bagian dari menjaga jati diri budaya Sunda agar tetap hidup di tengah zaman yang terus berubah.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.