Kisah Tugu K.F Holle yang Hilang di Alun-Alun Garut


Karel Frederik Holle atau Holle merupakan pria berkebangsaan Belanda yang ditunjuk menjadi pengurus perkebunan Teh Waspada di Desa Panembong, Kecamatan Bayongbong.

Sebagai pengurus perkebunan Teh Waspada, Holle bersama keluarganya tinggal di Desa Panembong, Garut. Selama tinggal di Garut, Holle membuka perkebunan-perkebunan di Garut Selatan.

Setelah menjadi pengurus perkebunan teh Waspada, Holle memisahkan pusat perkebunan teh ke Giriawas, Cikajang. Ketika di Cikajang Holle tidak hanya memfokuskan perkembangan kebun teh melainkan mulai mengembangkan bidang pertanian lainnya seperti mengembangkan jenis kacang baru yang saat ini kacang ini dikenal sebagai kacang Holle.

Meskipun Holle ditugaskan sebagai kepala perkebunan Holle tidak puas dan berusaha untuk mengembangkan kebudayaan sunda, pendidikan, kesusastraan hingga pariwisata.

Dalam bidang kesusastraan, budaya dan pendidikan Holle bersama Moehammad Moesa berusaha untuk menerjemahkan naskah Sunda kuno yang disimpan di Situs Kabuyutan Ciburuy yang mana hasil penerjemahan naskah Sunda kuno ini membantu para peneliti dalam meneliti budaya Sunda.

Bahkan Holle fasih dalam berbahasa sunda, salah satu temannya mengatakan bahwa Holle seperti orang Sunda karena berbicara bahasa sunda. Selain itu, masyarakat Cikajang pada saat itu menjuluki Holle sebagai Mitra Noe Tani atau teman para petani.

Holle lebih memilih untuk mengabdi di Garut daripada menjadi anggota birokrati di Hindia Belanda. Atas pengabdian nama Holle dijadikan sebagai nama jalan di Garut. Namun, sekarang nama jalan ini kemudian diganti menjadi Jalan Mandalagiri dan dibuatkan tugu untuk mengenang Karel F. Holle di alun-alun Kota Garut.

Namun, ketika Jepang datang tugu Holle yang berada di alun-alun Garut dihancurkan dan dikubur di alun-alun dengan tujuan untuk menghilangkan jejak-jejak Belanda di Garut. Pada tahun 2002 Bupati Garut, Dede Satibi berencana untuk membangun kembali Tugu Holle di alun-alun, namun DPRD Kota Garut menolaknya karena khawatir bahwa Tugu ini dimaknai sebagai bangkitnya kembali budaya kolonialisme.

Oleh karena itu, pembangunan Tugu Holle tetap dilaksanakan di Perkebunan teh Giriawas, pembangunan ini disaksikan oleh 20 orang keturunan Holle yang datang langsung dari Belanda.


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka