Mengenal Idham Chalid, Ketua DPR “Termiskin” yang Haramkan Fasilitas Negara untuk Keluarganya
Di antara deretan nama politisi dengan kekayaan mentereng dan fasilitas negara yang memanjakan keluarga mereka, satu nama justru bersinar karena sebaliknya: KH Idham Chalid.
Mantan Ketua DPR RI ini dikenal sebagai sosok yang jujur, hidup sederhana, serta konsisten menolak fasilitas negara untuk keluarganya, bahkan hingga akhir hayatnya.
Baca Juga: 29 Agustus Sejarah DPR RI Terbentuk, Apa Tugas dan Wewenang Sesungguhnya?
Jejak Karier Gemilang dan Kesederhanaan yang Menginspirasi
Idham Chalid lahir pada 27 Agustus 1922 di Satui, Kalimantan Selatan. Ia meniti karier politik yang cemerlang, mulai sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II, kemudian menjabat Menteri Kesejahteraan Rakyat, hingga menjadi Ketua DPR dan MPR periode 1971–1977.
Ia juga memimpin Nahdlatul Ulama (PBNU) selama 28 tahun (1956–1984), menjadikannya Ketua Tanfidziyah terlama dalam sejarah organisasi tersebut.
Namun demikian, ia tidak terbuai jabatan. Idham Chalid secara tegas mengharamkan penggunaan fasilitas negara oleh keluarganya, sebuah komitmen yang langka di antara elite politik.
Bahkan, keluarganya tetap menjalani kehidupan sederhana. Misalnya, menggunakan transportasi umum seperti metromini dan berjualan nasi atau minuman demi mencukupi kebutuhan mereka.
Setelah pensiun, Idham Chalid kembali mengabdikan diri sebagai guru agama, memimpin pondok pesantren di Cipete Selatan, membina rumah yatim di Cisarua, serta tetap mengajar santri secara langsung, tanpa mengandalkan fasilitas politik.
Nilai Nasionalisme yang Khatulistiwa
Lebih dari sekadar politisi, Idham Chalid dikenang sebagai ulama dan negarawan dengan nilai-nilai nasionalisme kuat. Ia dilantik menjadi Pahlawan Nasional pada 2011 dan diabadikan pada uang kertas Rp5.000 sejak 2016, sebuah pengakuan atas dedikasi dan karya nyatanya bagi bangsa.
Penelitian dari Kalimantan Social Studies Journal menyebutkan bahwa nilai-nilai seperti religiusitas, kerelaan berkorban, cinta tanah air, dan bangga akan identitas bangsa tergambar jelas melalui sosok Idham Chalid, dan ideal dijadikan teladan di pendidikan sosial dan sejarah.
Baca Juga: Fakta-fakta Demonstrasi Sejak 25 Agustus: Dari Aksi Protes DPR Hingga Kerusuhan dan Penjarahan
Warisan Teladan untuk Generasi Kini
Di tengah kritik tajam terhadap elit politik masa kini (dengan berbagai fasilitas dan tunjangan berlimpah) kisah sederhana dan terhormat dari Idham Chalid menjadi refleksi penting.
Masa kini, banyak legislator merayakan kenaikan gaji hingga Rp100 juta per bulan dan beragam tunjangan besar, sangat kontras dengan gaya hidup dan prinsip hidup Idham Chalid ketika menjabat Ketua DPR.
KH Idham Chalid bukan hanya dikenang sebagai politisi dan ulama besar, tetapi sebagai simbol integritas dan hidup sederhana. Ia menolak kemewahan yang menempel pada kekuasaan, lebih memilih mengajarkan konsep tanggung jawab dan kejujuran kepada keluarga dan masyarakat.
Di tengah hiruk-pikuk politik modern, teladannya tetap relevan sebagai inspirasi bahwa pengabdian kepada bangsa bukan soal kemewahan, melainkan soal keikhlasan dan keteladanan.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.