Mengenang Sosok Karel Frederik Holle, Saudagar Belanda yang Mencintai Budaya Sunda


Sejarah budaya Sunda tidak pernah lepas dari keterlibatan bangsa kolonial Belanda. Seperti halnya Karel Frederik Holle, saudagar Belanda yang memiliki pengaruh besar bagi kemajuan budaya literer Sunda. 

Karel Frederik Holle, atau yang akrab disebut sebagai "Tuan Holla", merupakan anak sulung dari keluarga de Holles. Keluarga de Holles terkenal dengan pribadi-pribadi yang menaruh perhatian besar pada budaya masyarakat pribumi. Dari semua anggota keluarganya, Karel Frederik Holle memiliki pengetahuan besar tentang budaya Sunda. Pasalnya, ia dikenal sebagai sosok keturunan Belanda yang sangat dekat dengan orang Sunda. Terutama dengan Haji Moehamad Moesa, seorang penghulu dan penulis Sunda terkemuka.

Karel Frederik Holle pertama kali menginjakan kaki di tanah jawa pada tahun 1843, mengikuti jejak keluarga besarnya untuk mengelola perkebunan teh di Priangan. Mulanya, Karel Frederik Holle bekerja sebagai pegawai pemerintah kolonial. Setelah sepuluh tahun berdinas, ia memutuskan pensiun dini dan membuka Perkebunan Teh Waspada di Cikajang, Garut, sekaligus menyalurkan minat besarnya akan kebudayaan Sunda bersama sahabatnya, Haji Moehamad Moesa. Karena semangat dan kegigihannya, ia kemudian merintis usaha penerbitan naskah-naskah Sunda, dan mendorong kawan-kawan pribumi untuk berkarya. 

Pada tahun 1800-an, ia dan saudaranya menginisiasi pendidikan masyarakat Sunda dan mulai memproduksi buku-buku Bahasa Sunda. Ia juga mengarahkan semangat penulis-penulis Sunda. Beberapa karya yang berhasil dibuat antara lain: “Wawatjan Woelangkrama” (1862), “Wawatjan Dongeng-dongeng Toeladan” (1862), “Woelang Tani” (1862), “Wawatjan Satja Nala” (1863), “Wawatjan Tjarios Ali Moehtar” (1864), “Elmoe Nyawah” (1864), “Wawatjan Woelang Moerid” (1865), “Wawatjan Woelang Goeroe” (1865), “Wawatjan Pandji Woeloeng” (1871), dan “Dongeng-dongeng Pieunteungeun” (1887).

Melihat keberhasilan Holle dan saudaranya, pada 1861 pemerintah memberi dana sebesar 1.200 gulden kepada Holle untuk mempersiapkan penerbitan buku-buku bacaan dan diktat sekolah berbahasa Sunda. Tak hanya sampai di situ, Tuan Holla juga mengenalkan berbagai inovasi dan ilmu tani pada masyarakat Garut. Mulai dari budidaya padi, mengatur penyuburan lahan, menabur benih bahan-bahan menguntungkan, budidaya ikan, dll. 

Kiprah Tuan Holla dalam memajukan potensi alam dan kebudayaan Sunda menjadikannya dikenal sebagai sahabat orang Sunda. Hal tersebut tentunya menuai kecemburuan, terutama bagi pemerintah kolonial pada saat itu. Ia dianggap terlalu dermawan pada masyaarakat pribumi. Namun, hal tersebut tak membuat Tuan Holla goyah. perjuangannya untuk memajukan tanah priangan, tetap terkenang hingga kini. Untuk menghormati sosok Tuan Holla, masyarakat Sunda kemudian mendirikan Tugu Holle di Perkebunan Teh Cisaruni, Cikajang, Garut.

 

 

 

 

 

 


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka