Pesan Mendalam di Balik Lagu Tokecang, Ajarkan Anak untuk Tidak Serakah


Siapa yang masih hapal lagu Tokecang? Lagu kanak-kanak yang menghiasi masa kecil kita dan tetap terkenang hingga saat ini. Nah, di balik keceriaan lagu ini, ternyata tersimpan makna mendalam.

Menurut sejarahnya, Tokecang petama kali diciptakan oleh R.C. Hardjosubroto, seorang komposer karawitan pada era 1950. Lagu ini sempat populer pada tahun 1970-an di kalangan masyarakat sebagai lagu daerah Jawa Barat yang biasa digunakan pada kaulinan budak.

Menurut sejumlah keterangan, “Tokecang” sendiri merupakan singkatan dari tokek makan kacang, yang merupakan perumpamaan dari kerakusan atau keserakahan. Secara makna, lagu ini mengajak orang-orang untuk tidak serakah, egois, mementingkan diri sendiri, dan tidak peduli terhadap orang lain di sekitarnya.

Pesan tersebut terlihat pada bait pertama lagu ini, "Tokecang-tokecang bala gendir tosblong, angeun kacang-angeun kacang sapariuk kosong", yang mana menceritakan Tokek sebagai hewan. Menurut masyarakat zaman dulu, keberadaan Tokek memang dipercaya membawa keberuntungan bagi pemiliknya. Namun, pada lagu ini Tokek diceritakan sebagai pemakan segala macam makanan dengan sifatnya yang rakus.

Kemudian pada bait kedua, terselip pantun jenaka,"Aya listrik di masigit meuni caang katingalna. Aya istri jangkung alit karangan dina pipina", belum ada keterangan pasti tentang maksud dari bait kedua ini. Hanya saja bait kedua ini dimaksudkan sebagai pantun yang menghiasi lagu Tokecang sebagai lagu daerah untuk anak-anak.

Hingga saat ini, kenangan akan lagu Tokecang, masih terekam jelas di ingatan generasi 90-an sebagai kenangan masa kecil. Lagu ini, secara tak langsung merupakan salah satu bukti kerekatan anak-anak masyarakat Sunda zaman dulu, sebelum teknologi dan era modern mengikis semua itu.

Data: Diolah dari berbagai sumber






0 Komentar :

    Belum ada komentar.