Beranda Redenominasi Rupiah: Wacana Lama yang Kembali Mencuat di Era Purbaya
ADVERTISEMENT

Redenominasi Rupiah: Wacana Lama yang Kembali Mencuat di Era Purbaya

9 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Redenominasi Rupiah: Wacana Lama yang Kembali Mencuat di Era Purbaya (Ilustrasi: Freepik)

Wacana penyederhanaan nilai mata uang Rupiah, atau yang dikenal sebagai redenominasi, kembali menjadi topik hangat setelah Pemerintah melalui Kementerian Keuangan secara resmi memasukkan penyusunan regulasi ini ke dalam Rencana Strategis (Renstra) 2025–2029.

Langkah ini menegaskan keseriusan pemerintah untuk melanjutkan agenda moneter yang sempat tertunda sejak lebih dari satu dekade lalu.

Baca Juga: Pemkab Garut Terima Rp12 Miliar dari DBHCHT, Sekda Tegaskan Bantuan Harus Tepat Sasaran

Redenominasi Berbeda Jauh dari Sanering

Seringkali, istilah redenominasi disalahartikan sebagai sanering. Perlu ditekankan, keduanya memiliki tujuan dan dampak yang sangat kontras:

  • Redenominasi: Ini adalah kebijakan penghapusan beberapa angka nol dari nominal uang tanpa mengurangi nilai daya beli masyarakat. Jika Rupiah disederhanakan (misalnya Rp100.000 menjadi Rp100), maka harga barang juga akan disederhanakan dengan rasio yang sama. Nilai kekayaan dan daya beli TETAP SAMA.

  • Sanering: Merupakan kebijakan pemotongan nilai uang secara drastis saat terjadi krisis atau hiperinflasi, yang mengakibatkan daya beli masyarakat BERKURANG secara signifikan.

Redenominasi dirancang untuk dilakukan dalam kondisi ekonomi makro yang stabil, inflasi rendah, dan adanya dukungan serta kesiapan dari publik.

Menciptakan Efisiensi dan Meningkatkan Citra

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menekankan bahwa tujuan utama redenominasi adalah menciptakan efisiensi dalam perekonomian nasional.

Penyebab perlunya penyederhanaan ini mencakup:

  1. Kemudahan dan Efisiensi Administrasi: Banyaknya angka nol dalam Rupiah seringkali menyulitkan proses akuntansi, sistem pembayaran, dan pencatatan transaksi, baik di tingkat perusahaan maupun pemerintahan.

  2. Peningkatan Citra Rupiah: Dengan menghilangkan nol yang berlebihan, Rupiah diharapkan dapat memiliki nilai nominal yang setara dengan mata uang negara maju, sehingga meningkatkan kredibilitas dan daya saingnya di pasar global.

Baca Juga: Prabowo Ambil Alih Utang Whoosh Rp113 Triliun, Berencana Bayar Pakai Uang Rampasan Koruptor

Kembalinya Wacana dan Tahapan Pelaksanaan

Wacana redenominasi pertama kali muncul serius pada tahun 2012–2013, di mana Bank Indonesia sudah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU). Namun, proses tersebut terhenti karena mempertimbangkan kondisi ekonomi global saat itu.

Kini, dengan kondisi domestik yang dianggap lebih kondusif, Kemenkeu memprioritaskan penyusunan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) pada tahun 2026. Jika regulasi ini disetujui, BI akan memerlukan masa transisi yang diperkirakan memakan waktu antara lima hingga tujuh tahun. Selama masa ini, mata uang lama dan baru akan berlaku bersamaan agar masyarakat memiliki waktu untuk beradaptasi.

Keberhasilan kebijakan strategis ini akan sangat bergantung pada tiga faktor kunci yang ditekankan oleh Bank Indonesia: stabilitas ekonomi, rendahnya tingkat inflasi, dan kesiapan menyeluruh dari masyarakat.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.