Resiliensi Ketahanan Pangan Garut Dilihat dari Perspektif Islam
Ketahanan pangan bukan sekadar isu ekonomi, melainkan juga amanah besar yang memiliki dimensi spiritual. Dalam Islam, makanan dipandang bukan hanya sebagai kebutuhan jasmani, melainkan juga sarana untuk menjaga iman, kesehatan, dan keberlangsungan hidup umat manusia.
Kabupaten Garut, yang dikenal sebagai Kabupaten Konservasi, kini menghadapi tantangan besar: krisis iklim ekstrem, banjir, longsor, hingga ancaman krisis energi, pangan, air, dan iklim. Dalam momentum Halaqah Ketahanan Pangan dan Refleksi Kemerdekaan RI ke-80, isu ini dikaji dari sudut pandang kedaulatan pangan, kebangsaan, dan juga nilai-nilai Qur’ani.
Baca Juga: Resolusi Ketahanan Pangan Garut: Sinergi Petani, Pemerintah, dan Masyarakat
Pangan dalam Perspektif Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an secara tegas menekankan pentingnya kecukupan pangan bagi manusia. Allah berfirman dalam QS. Quraisy ayat 4:
“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”
Ayat ini mengingatkan bahwa pangan bukan hanya kebutuhan dasar, melainkan bagian dari nikmat Allah yang harus dijaga. Bahkan, dalam QS. Abasa ayat 24-32, Allah menegaskan bahwa manusia harus memperhatikan makanannya, karena bumi telah diciptakan subur dengan biji-bijian, sayuran, zaitun, kurma, kebun-kebun lebat, buah-buahan, dan rumput-rumputan untuk kebutuhan manusia dan hewan.
Rasulullah SAW pun bersabda:
“Tidaklah seorang anak Adam memenuhi suatu wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika ia tidak bisa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Tirmidzi)
Pesan ini relevan dengan kondisi hari ini, ketika ancaman krisis pangan global menuntut manusia untuk hidup secukupnya, tidak berlebihan (israf) dan menjaga keberlanjutan sumber daya.
Baca Juga: Dari Garut untuk Indonesia: Halaqah Ketahanan Pangan Teguhkan Komitmen Kedaulatan Pangan
Garut sebagai Lumbung Pangan dan Tantangannya
Garut memiliki potensi besar sebagai lumbung pangan nasional. Tanah yang subur, iklim yang sejuk, serta tradisi agraris masyarakat menjadi modal penting. Namun, berbagai ancaman menghantui: alih fungsi lahan, ketergantungan pada benih impor, hingga perubahan iklim yang membuat panen tidak menentu.
Halaqah Ketahanan Pangan menyoroti bahwa kedaulatan pangan hanya bisa tercapai jika masyarakat kembali kepada prinsip halalan thayyiban, pangan yang halal, baik, dan berkelanjutan. Prinsip ini sejalan dengan QS. Al-Baqarah ayat 168:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
Dengan demikian, menjaga lahan pertanian, membangun kemandirian benih, serta mengembangkan pertanian ramah lingkungan adalah bagian dari pengamalan nilai-nilai Qur’an.
Dari Krisis ke Resiliensi
Dalam perspektif Islam, ketahanan pangan tidak hanya berbicara soal cadangan logistik, melainkan juga bagaimana masyarakat diajak untuk berdaya dan mandiri. Halaqah ini menekankan pentingnya resiliensi — kemampuan untuk bangkit dari krisis.
Sejalan dengan hal itu, Allah mengingatkan dalam QS. Al-A’raf ayat 31:
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
Ayat ini menjadi dasar bahwa resiliensi pangan juga berkaitan erat dengan pola konsumsi masyarakat. Gerakan kembali ke pangan lokal, mengurangi ketergantungan impor, serta membiasakan hidup sederhana adalah langkah nyata dari resiliensi itu sendiri.
Refleksi Kemerdekaan dan Amanah Umat
Refleksi kemerdekaan RI ke-80 yang dikaitkan dengan isu pangan menghadirkan pesan moral yang dalam: merdeka sejati berarti mandiri dalam pangan. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang di pagi hari merasa aman pada dirinya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia ini telah dikumpulkan untuknya.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini menegaskan bahwa ketahanan pangan adalah fondasi kesejahteraan umat. Jika bangsa ini ingin berdaulat, maka setiap daerah termasuk Garut harus menjadi pusat resiliensi pangan, berlandaskan iman dan nilai Qur’ani.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.