Sejarah Kampung Adat Dukuh Bagian 2

Sejarah Kampung Adat Dukuh Bagian 2

Sebelum pergi meninggalkan Sumedang, Syekh Abdul Jalil memperingati Rangga Gempol II karena adanya kejadian ini maka sebentar lagi Banten akang menyerang Sumedang. Peringatan Syekh Abdul Jalil menjadi kenyataan, Sumedang diserang oleh Banten dan Sumedang-pun mengalami kehancurannya.

Setelah meninggalkan Sumedang, Syekh Abdul Jalil melakukan banyak perjalanan, ia pergi dari satu tempat ke tempat lainnya. Syekh Abdul Jalil mencari sebuah pemukiman yang cocok untuk djijadikan sebagai tempat penyebaran ilmu yang dimilikinya. Di setiap tempat yang ia singgahi, Syekh Abdul Jalil selalu bertafakur dan meminta petunjuk kepada Allah swt untuk ditemukan dengan tempat yang tenang, baik sehingga Syekh Abdul Jalil bisa beribadah dengan baik.

Pada tanggal 12 Maulud Bulan Alif ketika Syekh Abdul Jalil menyelesaikan tafakurnya di daerah Tonjong ia mendapatkan sebuah petunjuk. Langit tiba-tiba menyorotkan sinar sebesar pohon aren. Sinar tersebut bergerak dan menunjuk kepada suatu tempat. Syekh Abdul Jalil mengikuti arah sinar tersebut yang kemudian sinar tersebut berhenti di antara Sungai Cimangke dan Sungai Cipasarangan. Daerah tersebut ternyata bukanlah daerah kosong, daerah tersebut dihuni oleh sepasang suami-istri yang bernama Aki dan Nini Candradiwangsa.

Syekh Abdul Jali kemudian bermukim di tempat yang ditunjukkan oleh sinar tersebut, menurut masyarakat tempat yang disorot oleh sinar tersebut merupakan cikal-bakal wilayah Kampung Adat Dukuh. Berdasarkan keterangan masyarakat Kampung Adat Dukuh Syekh Abdul Jalil mulai tinggal di Kampung Adat Dukuh pada tahun 1685. Tahun tersebut merupakan tahun perkiraan yang dihitung dari adanya penyerangan Banten ke Sumedang.

Penyerangan Banten ke Sumedang berdasarkan Babad Pasundan terjadi pada tahun 1678 dan berdasarkan catatan yang disimpan oleh kuncen Kampung Adat Dukuh Syekh Abdul Jalil setelah melepas jabatannya sebagai kepala agama Sumedang melakukan perjalanan selama 7 tahun. Sehingga masyarakat Kampung Dukuh menarik kesimpulan bahwa Syekh Abdul Djalil mulai mendirikan Kampung Adat Dukuh sejak tahun 1685.

Menurut Kuncen Kampung Adat Dukuh Kampun Dukuh diambil dari kata padukuhan atau dukuh yang artinya duduk. Sehingga padukuhan dapat diartikan sebagai pacalikan atau tempat bermukim. Kampung Dukuh baru dicatat dalam administrasi wilayah pada tahun 1901 dan sebelum tahun 1901 tidak ada catatan lain mengenai Kampung Dukuh.

 

Sumber: Asep Irfan Saepul Milah dan Dani Darul Harbi, Kearifan Lokal Kampung Adat Dukuh Kabupaten Garut, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 1 No. 2 Tahun 2019

 


Baca lainnya

0 Komentar :

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.