Beranda Seni Boles: Bola Api dari Sukabumi yang Jadi Warisan Budaya Nusantara
ADVERTISEMENT

Seni Boles: Bola Api dari Sukabumi yang Jadi Warisan Budaya Nusantara

10 jam yang lalu - waktu baca 3 menit
Seni Boles: Bola Api dari Sukabumi yang Jadi Warisan Budaya Nusantara. (Source: Instagram/@api_haeruman)

Seni Boles adalah contoh khas bagaimana budaya lokal bisa memadukan elemen estetika, olahraga, dan filosofi yang mampu menjadi kebanggaan budaya Indonesia.

Seni Boles atau yang lebih lengkap dikenal sebagai Bola Leungeun Seuneu adalah kesenian tradisional khas Sukabumi, Jawa Barat, yang memadukan unsur olahraga, seni pertunjukan, dan bela diri. Dalam seni Boles, bola api dilemparkan dan dimainkan antar tim dengan aturan tertentu, sambil menampilkan gerakan pencak silat sebagai unsur estetika dan teknik perlindungan. Menurut situs Budaya Indonesia, Boles bermula dari “Seni Budaya Nyonyoo Seuneu” pada masa Kerajaan Pajajaran. 

Permainan ini tidak hanya menjadi atraksi visual menarik, tetapi juga memuat makna filosofis dan nilai-nilai lokal. Sebagai warisan budaya yang terus dikembangkan, Boles kini telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTbI). 

Boles dipercaya bermula sejak abad ke-13 hingga ke-15, pada masa Kerajaan Pajajaran, sebagai bagian dari kesenian istana dan acara resmi kerajaan. Disebutkan dalam laman Budaya Indonesia, mengenai catatan Kitab Suwasit di Museum Prabu Siliwangi menyebut bahwa pada zaman itu Boles sering dipertunjukkan dalam penyambutan raja dan acara kebesaran kerajaan, sebagai perpaduan seni dan permainan api. 

Permainan tradisional ini kemudian dikembangkan di tengah kehidupan yang semakin modern oleh komunitas di Sukabumi, terutama lewat Ponpes Dzikir Al Fath bersama perguruan silat Maung Bodas. Pada tahun 2024, Boles secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, menjadikannya salah satu ikon budaya daerah yang diakui secara nasional. 

Baca Juga: Melestarikan Budaya: Ini Kesenian Khas Garut yang Masih Eksis Hingga Saat Ini!

Cara Bermain dan Aturan Seni Boles

1. Bola yang digunakan terbuat dari tempurung kelapa tua yang telah direndam dalam minyak tanah selama 1–2 hari agar minyak meresap. Kemudian bola dikeringkan agar dapat menyala dengan api yang terkontrol saat dimainkan. 

2. Dua tim dengan jumlah pemain tertentu bertanding untuk memasukkan bola api ke “keranjang” lawan sebanyak mungkin. Permainan ini menggabungkan elemen lempar-lempar bola serta gerakan kuda-kuda dan teknik pencak silat ketika berebut bola. 

3. Sebelum pertandingan, biasanya diselingi pertunjukan seni pencak silat atau atraksi api, misalnya cambuk api sebagai pembuka atau pemanasan. 

4. Dalam penanganan bola api, pemain harus hati-hati agar tidak terkena luka bakar, dan teknik gerak harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan estetika. 

Dilansir dari laman Beindika, disebutkan bahwa permainan ini mengandung nilai karakter seperti keberanian, kerja sama tim (teamwork), disiplin, dan kontrol diri. Kesenian boles juga merupakan metafora untuk hawa nafsu; cara bermain dan melempar bola api melambangkan bagaimana seseorang harus bisa mengendalikan hawa nafsu agar menjadi berkah bukan bencana.

Boles juga berfungsi sebagai media pendidikan jasmani kultural, karena nilai afektif, kognitif, dan psikomotor menjadi bagian dari aktivitas pertunjukan dan latihan. Selain nilai moral, Boles menjadi simbol identitas budaya lokal Sukabumi, menjadi ikon seni dan warisan dari aliran Maung Bodas. 

Baca Juga: Bahasa Sunda Jadi Warisan Budaya yang Berpotensi Mendunia

Perkembangan dan Pelestarian Seni Boles

Boles telah dipertandingkan sebagai ekspresi budaya dan mulai didorong menjadi cabang olahraga tradisional. Penetapan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia memperkuat statusnya dan mendorong pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan, promosi, dan penelitian. 

Untuk perlindungan hak budaya, Seni Boles dan Ngagotong Lisung telah memperoleh Hak Cipta dari Kemenkumham. Dalam mempromosikan budaya Indonesia, Boles pernah tampil di festival luar negeri seperti di Turki dan Malaysia, serta turut dalam festival olahraga masyarakat seperti TAFISA.

Pada pertengahan tahun 2025 ini juga, kesenian ini dilakukan oleh 1.000 pesilat sebagaimana yang disebutkan dalam laman Museum Prabu Siliwangi, mereka bersama-sama dan memecahkan Rekor MURI, sebagai wujud promosinya dan upaya menarik perhatian publik.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.