Soekaesih Aktivis Perempuan Asal Garut yang menjadi Tahanan Politik Digoel Bagian 1


[Illustration : Het Volksdagblad]

Soekaesih merupakan aktivitas perempuan di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia yang lahir di Garut pada tahun 1895. Ia lahir dari keluarga bagsawan Sunda sehingga ia bisa mendapatkan pendidikan dari sekolah Belanda dan fasih berbahasa Belanda. Di masa mudanya ia aktif dalam menyuarakan hak-hak perempuan yang pada saat itu banyak sekali perempuan yang menjadi korban kawin paksa, termasuk dirinya sendiri.

Soekaesih yang berani mengeluarkan pendapatkaya mengenai keadaan wanita yang pada saat itu yang sudah dijajah oleh kaum penjajah dan juga dijajah oleh kaum laki-laki membuat para perempuan di zaman tersebut sangatlah menderita. Ia mengatakan bahwa “jika perempuan tidak memperjuangkan hak-hak mereka maka perempuan hanya menjadi alat yang dimanfaatkan oleh kaum kapitalis, bukan seperti matahari bagi keluarganya”.

Selain ucapannya yang dianggap kontroversial oleh pemerintah Hindia Belanda, pemerintah Hindia Belanda menuduh Soekaesih sebagai bagian dari pergerakan kaum komunis di Sumatera Barat dan kemudian pada tahun 1927 ia ditangkap oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Kamp Upper Digul atau disebut juga Boven Digeol atau penjara alam yang terletak di hutan di Pulau Irian Jaya, tempat ini sangat terasing dari peradaban dan kehidupan.

Kamp ini digunakan sebagai tempat pembuangan dan penjara bagi para pejuang kemerdekaan atau orang-orang yang memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1931 ia dibebaskan dari kamp pada tahun 1931 dan menikah dengan JH Phillipo dan pergi ke Belanda pada tahun 1937.  

Sesampainya di Belanda ia berpidato di depan orang-orang Belanda di aula Lybelle yang terletak di Rotterdam. Ia berpidato dan menceritakan pengalamannya selama ia ditahan di Kamp Boven Digul. Di akhir pidato Soekaesih menuntut agar kamp yang merupakan penjara alam di manapun segara ditutup.


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka