Soekaesih Aktivis Perempuan Asal Garut yang menjadi Tahanan Politik Digoel Bagian 2

Soekaesih Aktivis Perempuan Asal Garut yang menjadi Tahanan Politik Digoel Bagian 2
Illustration : Het Volksdagblad

Hasil pidatonya di aula Lybelle kemudian diterbitkan di surat kabar Belanda dan menjadi sorotan Publik Belanda. Kisahnya ini mengundang rasa simpati dari Masyarakat Belanda. Sejak kecil Soekaesih sering melihat bentuk ketidakadilan.

Salah satu kenangan tentang keadilan yang tidak bisa ia lupakan ialah ketika ia melihat kerusuhan gula di Garut yang merupakan tempat tinggalnya, Kerusuhan ini bermula ketika para petani pribumi menolak menyerahkan tanah dan tebu garapan mereka kepada perusahaan besar yang berasal dari Belanda.

Perusahaan Belanda ini menyiksa rakyat dengan memberikan bayaran dan upah dan kecil serta memaksa para petani pribumi untuk memenuhi segara kebutuhan para penguasa dari Hindia Belanda. Bahkan tidak sedikit para petani yang harus meregang nyawa ketika melawan pihak Hindia Belanda yang selalu menindak para petani dengan menggunakan kekerasan.

Selain itu, sebagai seorang perempuan Soekaesih sering mendapatkan perilaku tidak adil, bahkan di saat usianya masih 13 tahun Seokaesih dipaksa untuk menikah oleh keluarganya. Ia dipaksa menikahi seorang lelaki yang usianya jauh lebih tua daripadanya dan tentu saja pernikahan tersebut gagal.

Saat itu Soekaesih mulai melihat bahwa posisi perempuan di masa tersebut sangatlah buruk karena harus mengalami double colonization yakni penjajahan ganda dimana pada masa itu perempuan dijajah lebih banyak daripada laki-laki. Soekaesih geram dengan kesewenang-wenangan laki-laki dan penguasa Belanda. Selain itu, pemikirannya mengani hak-hak dan keseteraan perempuan mendorong ia untuk masuk ke dalam organisasi.


Baca lainnya

0 Komentar :

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.