Soekaesih, Pahlawan Perempuan Asal Garut yang Namanya Dikenang di Negeri Penjajah


Sebagian orang mungkin tidak mengenal nama Soekaesih, pahlawan perempuan asal Garut yang menjadi suara bagi pergerakan perempuan Indonesia di Belanda.

Perempuan kelahiran Garut ini, merupakan puteri seorang asisten wadana yang dianggap berbahaya karena pemikiran-pemikirannya yang masif.

Semasa muda, Soekaesih terlibat kawin paksa dengan dengan seorang lelaki tua pihan orang tuanya. Karena tidak terima dengan perlakuan tersebut, Soekaesih kemudian melarikan diri dan mulai terlibat dalam berbagai pergerakan.

Dalam kongres PKI yang digelar pada Juni 1924, bersama rekan seperjuangannya Munapsih, Soekaesih menyuarakan pendapatnya tentang hak-hak perempuan. Salah satunya adalah berkenaan dengan tumpang tindih peran perempuan di mata masyarakat dan sistem kawin paksa pada saat itu.

Salah satu ungkapan Soekaesih yang berhasil menarik banyak perhatian publik, adalah, "jika perempuan tidak memperjuangkan hak-hak mereka, maka mereka hanya akan berakhir sebagai alat bagi kaum kapitalis, bukan matahari bagi rumah tangganya."

Atas pernyatan tersebut, Soekaesih dan Munapsih ditangkap dan diasingkan di camp konseltral Digul. Soekaesih dan temannya, dijatuhi hukuman penjara berat, dengan tuduhan penghinaan dan melanggar pasal 156 hukum pidana.

Beberapa tahun setelahnya, Soekaesih bertemu dengan Soekarna, seorang tokoh Serikat Islam yang juga diasingkan ke Digul. Ia kemudian bebas dan menikah dengan seorang Belanda bernama J.H. Philipo.

Pada tahun 1937, Soekaesih dan suaminya terbang ke Belanda. Pahlawan perempuan asal Garut ini kemudian menyuarakan kegetirannya di negara tersebut. Di tahun yang sama, Soekaesih menerbitkan satu karangan memoar bekerja sama dengan D Van Munster dengan judul "polisi negara" yang dibentuk di Indonesia.

 

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka