ADVERTISEMENT
Beranda Sungai sebagai Batas Budaya: Begini Kisah Perbatasan Sunda dan Jawa

Sungai sebagai Batas Budaya: Begini Kisah Perbatasan Sunda dan Jawa

7 jam yang lalu - waktu baca 3 menit
Sungai sebagai Batas Budaya: Begini Kisah Perbatasan Sunda dan Jawa, Source: Historia.id

Perbatasan Sunda dan Jawa tak hanya dipisahkan sungai, tapi juga budaya dan kekuasaan. Ini kisahnya menurut para penjelajah abad 15-16.

Kendati sama-sama berada di Pulau Jawa, wilayah Sunda dan Jawa dulu seolah-olah dua dunia yang berbeda. Perbedaan ini tidak hanya dilihat dari bahasa dan budaya, namun juga dari bagaimana mereka membangun relasi, baik dalam perdagangan maupun konflik. Salah satu tempat yang diyakini menjadi titik perbatasan penting antara dua wilayah ini yaitu Sungai Cimanuk, yang kini mengalir di daerah Garut hingga Indramayu.

Baca juga: Indonesia Dahulu Disebut “Macan Asia”, Kini Tertinggal Seperti Macan Yang Tidur, Mengapa Begitu?

Sungai Cimanuk: Pemisah Dua Negeri

Menurut catatan penjelajah Portugis abad ke-16 yaitu Tome Pires, bahwa wilayah Sunda dan Jawa sering dibandingkan dari sisi karakter warganya. Ia mendeskripsikan orang Sunda sebagai sosok pemberani, terutama para pelaut dan kesatrianya, yang disebut-sebut selalu bersaing dengan orang Jawa.

Pires mencatat bahwa hubungan antar kedua wilayah ini cukup ruwet, tidak bersahabat, tapi juga tidak bermusuhan. Mereka berdagang dan berkomunikasi, tetapi tetap menjaga jarak satu sama lain. Menariknya, di lautan, tatkala berlangsung pertemuan antara pelaut Jawa dan Sunda, mereka dapat langsung bertarung jika keadaan memungkinkan.

Sungai Cimanuk menjadi garis batas simbolik antara dua kebudayaan tersebut. Di ujung sungai, berdiri Pelabuhan Cimanuk yang menjadi sentral perdagangan. Menurut Pires, pelabuhan ini berada di bawah kekuasaan Raja Sunda dan cuma menerima sedikit orang “Moor” yaitu panggilan Pires ke orang muslim untuk masuk ke wilayahnya.

Batas yang Berpindah: Dari Cimanuk ke Cipamali

Meskipun Cimanuk pernah menjadi batas krusial, catatan dari abad ke-15 memperlihatkan bahwa perbatasan Sunda dan Jawa kemungkinan lebih ke timur dari itu. Seorang pertapa Hindu-Sunda bernama Bujangga Manik, dalam perjalanan sucinya dari Pakuan (Bogor) menuju Jawa Timur, mencatat bahwa perbatasan kedua wilayah berada di Sungai Cipamali, saat ini dikenal sebagai Kali Pamali di daerah Brebes.

Sejarawan Belanda, Jacobus Noorduyn, menyebut bahwa Cipamali dulunya menjadi garis pemisah antara wilayah Majapahit dan Kerajaan Sunda. Di perbatasan ini juga ditemukan situs keramat seperti Arega Jati dan Jalatunda, lokasi Bujangga Manik sempat bermeditasi.

Agus Aris Munandar selaku peneliti menyatakan bahwa Arega Jati boleh jadi merupakan perbukitan bernama Jati, berasal dari kata Sanskerta Agra yang berarti puncak atau gunung. Di daerah perbatasan Brebes dan Kuningan sekarang juga terdapat tiga bukit yang disebut Gunung Tilu, yang menurut kepercayaan kuno adalah simbol dari puncak Gunung Meru, gunung tempat bersemayamnya para dewa dalam mitologi Hindu.

 Baca juga: Film Terkenal Children of Heaven Siap di-Remake di Indonesia

Perbatasan tidak hanya sekedar batas wilayah administratif. Di masa lampau, ia menjadi simbol dari perbedaan nilai, budaya, dan kekuasaan. Catatan para pelancong dan pertapa, dari Sungai Cimanuk hingga Cipamali menunjukkan bahwa hubungan antara Sunda dan Jawa dibangun dari pengalaman interaksi yang rumit, terkadang damai, kadang saling curiga.

Menjejaki kembali kisah-kisah ini memberi kita gambaran bagaimana budaya lokal tumbuh dalam ruang yang terhubung tapi tetap berbeda. Garut sebagai daerah yang dilalui oleh Sungai Cimanuk, menjadi bukti sejarah batas dua peradaban besar di Pulau Jawa.

 

Sumber: Historia.id

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.