Beranda Alasan Bahasa Belanda di Indonesia Tak Bertahan Lama
ADVERTISEMENT

Alasan Bahasa Belanda di Indonesia Tak Bertahan Lama

18 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Alasan Bahasa Belanda di Indonesia Tak Bertahan Lama, Source; Unsplash

Bahasa Belanda di Indonesia dulu dipakai kalangan elit kolonial. Kini, bahasa itu hilang dan digantikan Bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa.

Bahasa Belanda memiliki jejak panjang dalam sejarah di Nusantara. Banyak kosakata Indonesia yang berasal dari bahasa Belanda, seperti rekening, gratis, jas, hingga bioskop. Meskipun demikian, selama menjajah berabad-abad, bahasa Belanda tidak pernah benar-benar berkembang di Indonesia. Fenomena ini menarik untuk ditelisik lebih jauh, serta alasannya cukup kompleks sebagaimana di bawah ini.

Baca juga: Buku-buku 100 Tahun di Venesia yang Terselamatkan dari Banjir

Kegagalan Politik Bahasa Kolonial

Berbeda dari Inggris atau Prancis yang menggunakan bahasa untuk memperluas pengaruh, Belanda memilih jalan lain. Mereka menjadikan bahasa Belanda sebagai alat pembatas, bukan penyatu. Sejak zaman VOC, kebijakan kolonial memusatkan pada ekonomi, bukan penyatuan budaya, sehingga rakyat pribumi tetap memakai bahasa daerah dan Melayu.

Hanya segelintir elit pribumi yang diberikan kesempatan untuk mempelajari bahasa Belanda melalui sekolah-sekolah elite seperti ELS dan HIS. Kebijakan tersebut melahirkan jurang sosial dan pendidikan yang lebar. Berdasarkan daftar sejarah, hingga tahun 1850 hanya sekitar 50 murid pribumi yang bersekolah di lembaga tersebut. Strategi eksklusif ini menjadikan bahasa Belanda tidak pernah ada di bagian kehidupan rakyat Indonesia.

Kebangkitan Bahasa Melayu

Sebagai pengganti bahasa Belanda, justru bahasa Melayu yang menjadikan jembatan komunikasi antar-etnis. Bahasa ini digunakan di surat kabar, sekolah, hingga ruang sidang Volksraad sebagai simbol perjuangan. Para tokoh nasionalis memanfaatkan bahasa Melayu untuk menyebarkan konsep persatuan dan semangat kemerdekaan.

Koran seperti Medan Prijaji dan De Expres menjadi bentuk perlawanan melalui tulisan-tulisan dalam bahasa Melayu. Berawal dari sinilah muncul istilah politik baru seperti “bangsa”, “merdeka”, dan “kemajuan” yang menandai kesadaran nasional. Bahasa Melayu, yang awalnya dianggap rendah, berubah menjadi alat pemersatu rakyat dalam melawan kolonialisme Belanda.

Lahirnya Bahasa Indonesia

Puncak dari kebangkitan linguistik ini terjadi pada Kongres Pemuda II tahun 1928, ketika Sumpah Pemuda memutuskan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Usulan tersebut dicetuskan oleh Mohammad Tabrani yang ingin menjadikan bahasa Indonesia sebagai bagian yang dimiliki seluruh bangsa, bukan etnis tertentu.

Kebijakan kolonial Belanda yang menolak penyebaran bahasa Melayu justru mempercepat peralihan bahasa Indonesia. Saat pendudukan Jepang tahun 1942, penggunaan bahasa Belanda dilarang total. Maka dari itu, bahasa Indonesia mengambil peran penuh sebagai bahasa administrasi, pendidikan, hingga komunikasi publik. Ketika Sukarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan, bahasa Indonesia resmi sebagai simbol identitas nasional.

Baca juga: Perjuangan Haji Hasan Arif, Ulama Garut dalam Melawan Pajak Pemerintah Kolonial

Jadi Warginet, sejarah membuktikan bahwa kebijakan eksklusif dari Belanda justru menjadi bumerang. Alih-alih dapat memperkuat dominasi kolonial, mereka secara tidak sengaja memunculkan bahasa persatuan yang hingga saat ini menjadi identitas bangsa Indonesia. Sebuah ironi yang manis dari perjalanan panjang bahasa di Nusantara.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.