Beranda Alasan Hukuman Penyaliban yang Dilakukan Pada Era Romawi Kuno
ADVERTISEMENT

Alasan Hukuman Penyaliban yang Dilakukan Pada Era Romawi Kuno

11 jam yang lalu - waktu baca 3 menit
Alasan Hukuman Penyaliban yang Dilakukan Pada Era Romawi Kuno. (Source: Freepik/@wirestock)

Dalam sistem hukum dan kekuasaan bangsa Kekaisaran Romawi, metode penyaliban atau crucifixion tampil sebagai salah satu hukuman yang paling mengerikan sekaligus paling simbolis. 

Hukuman penyaliban itu bukan hanya soal mematikan pelaku kejahatan, tetapi juga soal memperkuat dominasi, menakut-nakuti lawan, dan menjaga tatanan sosial yang menguntungkan penguasa. Hukuman penyaliban pada Romawi Kuno itu memiliki keterkaitan dalam memahami bagaimana kekuasaan Romawi terhadap budak, negara jajahan, dan kelas bawah dijalankan lewat hukuman yang sangat publik dan penuh stigma.

Secara historis, penyaliban bukanlah temuan bangsa Romawi. Namun, bangsa Romawi mengadopsi, menyempurnakan dan memobilisasi hukuman ini untuk memberikan efek maksimal berupa rasa takut, aib publik, dan contoh bagi siapa saja yang menentang atau mengganggu stabilitas kekuasaan. 

Penyaliban di dalam romawi kuno menjadi instrumen yang sangat efektif, baik sebagai eksekusi kriminal maupun sebagai propaganda kekuasaan yang memadukan kekerasan fisik dengan penghinaan sosial. Berdasarkan artikel National Geographic Indonesia, terdapat enam alasan utama mengapa metode ini dipilih dan dipertahankan oleh Romawi.

Baca Juga: Sejarah dibalik Agama Islam Masuk ke Kerajaan Galuh

1. Visualisasi Kekuasaan dan Pengendalian Publik

Bangsa Romawi menggunakan penyaliban sebagai tampilan publik yang sangat mencolok, di mana pelaku kejahatan digantung atau dipaku di kayu di jalan-jalan yang ramai, sehingga seluruh masyarakat bisa menyaksikan. Hal ini memberikan pesan jelas, bahwa inilah nasib siapa yang menentang Romawi. Sebagai studi menunjukkan, metode ini berfungsi sebagai alat penakutan sekaligus pengendalian massal.

2. Hukuman untuk Kelas Rendah, Budak dan Non-Warga Negara

Dalam sistem hukum romawi kuno, tidak semua orang diperlakukan sama. Penyaliban umumnya ditujukan pada budak, pemberontak, orang asing atau mereka yang bukan warga negara Romawi, karena hukuman ini dianggap terlalu hina untuk warga yang memiliki hak istimewa. Kajian sejarah menegaskan bahwa warga Romawi warga negara (citizens) hampir tidak pernah disalibkan kecuali dalam kasus pengkhianatan luar biasa.

3. Efek Derita Maksimal Berupa Penyiksaan, Eksposur dan Penghinaan

Prosedur penyaliban bukan sekadar pemaksaan mati, melainkan rangkaian penghinaan berupa cambukan sebelumnya (flagellation), dipaksa membawa balok kayu (patibulum), kemudian disalibkan hingga meninggal dalam waktu yang sangat lambat. Tujuannya adalah untuk menghancurkan tubuh dan kehormatan pelaku. Studi medis menunjukkan bahwa bisa terjadi setelah 6 jam hingga 4 hari karena kombinasi kelelahan, nyeri, asfiksia, dan dehidrasi.

Baca Juga: Mengenang Jejak Penulis Sunda, Oejeng Suwargana dengan Nama Pena Tionghoa

4. Hukuman yang Memayungi Fungsi Politik dan Militer

Penyaliban sering digunakan dalam konteks pemberontakan atau konflik militer sebagai hukuman terhadap mereka yang menolak kekuasaan Romawi atau bermaksud mengganggu tatanan. Sebagai misal, ribuan tawanan atau budak pemberontak disalibkan sepanjang jalan dari Capua ke Roma selepas pemberontakan budak. Ini memperlihatkan bahwa dalam romawi kuno, penyaliban juga dipakai sebagai senjata politik.

5. Penegasan Status Sosial dan Pengecualian dari Kehormatan Pemakaman

Selain kematian yang menyakitkan, korban penyaliban sering tidak diberi pemakaman layak, di mana tubuhnya dibiarkan tergantung agar burung dan binatang pemakan bangkai memakan sisa tubuhnya. Ini adalah penghinaan akhir yang menegaskan bahwa pelaku hukuman ini telah kehilangan status sosial, kehormatan, dan identitas sebagai manusia yang layak.

6. Pemakaian Simbolik untuk Mempertahankan Kekuasaan Kekaisaran

Dalam romawi kuno, kekuasaan tidak hanya dijalankan lewat hukum, tetapi juga lewat simbol. Penyaliban sangat efektif sebagai simbol kekuasaan yang kejam dan tak terbantahkan. Ketika penguasa ingin menunjukkan bahwa mereka sanggup menghukum siapa saja dan kapan saja tanpa perlakuan istimewa pada hukuman penyaliban dipakai. Ini membuatnya menjadi instrumen propaganda melalui terror yang terorganisir.

Penyaliban dalam romawi kuno bukan sekadar metode eksekusi, melainkan perpaduan antara kekerasan fisik, penghinaan sosial, dan strategi politik kekuasaan. Melalui hukuman yang sangat publik, lamban, dan mengerikan ini, bangsa Romawi memperkuat dominasi mereka terhadap budak, non-warga, pemberontak, dan siapa saja yang dianggap ancaman. 

Bagi kita saat ini, memahami mekanisme hukuman ini membantu mengenali bagaimana kekuasaan dahulu dijalankan melalui ketakutan dan simbol, bukan hanya melalui hukum formal.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.