Beranda Benarkah Anak Muda Sekarang Gampang Pesimis? Jawabannya Ada di Data Ini!
ADVERTISEMENT

Benarkah Anak Muda Sekarang Gampang Pesimis? Jawabannya Ada di Data Ini!

21 jam yang lalu - waktu baca 3 menit
Benarkah Anak Muda Sekarang Gampang Pesimis? Jawabannya Ada di Data Ini! (Ilustrasi: Freepik)

Good News From Indonesia (GNFI) bersama GoodStats, kembali merilis hasil Indeks Optimisme 2025. Namun, hasil survei kali ini cukup mengejutkan: Tingkat optimisme masyarakat Indonesia tercatat menurun dibanding dua tahun lalu. Terutama dari kalangan anak muda.

Jika pada 2023 indeks optimisme nasional berada di angka 7,77 (kategori "optimis"), maka pada 2025 ini hanya 5,51, yang berarti turun ke level "netral". Angka ini mencerminkan masyarakat yang masih berusaha berharap, namun dibayangi rasa ragu dan kekhawatiran akan masa depan.

Baca Juga: Wabah Hepatitis A Meluas di Garut: 95 Kasus Ditemukan, Sekolah Jadi Klasternya!

Anak Muda Paling Tidak Optimis

Perbesar +

Salah satu temuan paling mencolok adalah rendahnya optimisme dari kelompok usia 17–25 tahun, yang hanya mencetak skor 5,45. Padahal secara umum, generasi muda kerap diidentikkan dengan idealisme dan harapan tinggi. Sebaliknya, kelompok usia 46–55 tahun justru lebih optimis dengan skor 6,21.

Kondisi ini menunjukkan bahwa generasi muda hari ini sedang menghadapi tekanan berlapis. Mulai dari ketidakpastian ekonomi, ketatnya persaingan kerja, hingga rasa frustrasi terhadap sistem politik yang dianggap kurang transparan dan tak berpihak.

Politik Jadi Sumber Ketidakpercayaan

Dalam survei ini, politik dan pemerintahan menjadi dimensi dengan skor terendah, yaitu 3,87 (kategori “pesimis”). Sebanyak 67,4% responden tidak yakin bahwa praktik korupsi akan menurun, dan 60,1% meragukan transparansi pemerintah.

Ini menjadi sinyal kuat bahwa krisis kepercayaan publik terhadap institusi politik masih menjadi masalah utama. Sejak survei dilakukan pertama kali, dimensi politik memang konsisten menjadi titik lemah optimisme masyarakat Indonesia.

Gejolak Ekonomi: Pemicu Utama Turunnya Skor

Gejolak ekonomi juga menjadi faktor besar yang menekan semangat optimisme masyarakat. Dalam enam bulan terakhir, 67,6% responden menyaksikan atau mengalami PHK, 55,8% merasakan lonjakan harga kebutuhan pokok yang "sangat signifikan", dan 33,8% mengaku pendapatannya menurun.

Meski begitu, angka indeks 5,51 menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya menyerah. Harapan masih ada, hanya saja jalannya terasa semakin berat.

Baca Juga: Budaya Panji di Tatar Sunda: Sebuah Simfoni Islam dan Filosofi

Budaya dan Inovasi

Di tengah berbagai tantangan tersebut, dua dimensi justru mencatat skor tinggi dan masuk kategori "optimis":

  • Budaya dan Kreativitas – 6,75

  • Teknologi dan Inovasi – 6,69

Sebanyak 70,2% responden percaya budaya Indonesia akan semakin dikenal dunia, dan 66,8% yakin anak muda bisa memimpin inovasi digital. Artinya, meski masa depan tampak kabur, masyarakat tetap percaya pada kekuatan identitas budaya dan peran teknologi sebagai penopang harapan.

Menyusun Narasi Optimisme yang Lebih Membumi

CEO GNFI, Wahyu Aji, menjelaskan bahwa menjaga semangat optimisme bukan berarti menutup mata dari kenyataan. Justru, survei ini dibuat agar masyarakat bisa jujur terhadap apa yang mereka rasakan.

“Dari data ini, kita bisa menyusun ulang narasi optimisme yang lebih membumi. Optimisme bukan soal memaksa bahagia, tapi bagaimana tetap bertahan dan merespons realita dengan harapan yang terukur,” ujar Aji.

Menariknya, survei tahun ini menggunakan pendekatan kontekstual. Setiap pertanyaan dilengkapi dengan gambaran kondisi terkini, sehingga responden memberi jawaban yang lebih reflektif, bukan spontan.

Metodologi Survei

Survei dilakukan pada 3 Juni – 3 Juli 2025, melibatkan 1.020 responden dari seluruh Indonesia, dengan komposisi:

  • Sumatra (21,2%)

  • Jawa (61,5%)

  • Kalimantan (5,8%)

  • Sulawesi-Papua (7,3%)

  • Bali-Nusa Tenggara (4,2%)

Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (58,1%), dan 76,8% berada di rentang usia 17–35 tahun. Pengumpulan data dilakukan melalui survei daring dan forum diskusi kelompok (Focus Group Discussion).

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.