Jejak Kelam Regu Pembunuh Hindia Belanda
Regu pembunuh Hindia Belanda menjadi bagian kelam sejarah revolusi, di mana pasukan intelijen kolonial melakukan operasi rahasia penuh kekerasan.
Selama masa Revolusi Indonesia, terdapat sisi gelap sejarah yang jarang terkuak ke publik. Salah satunya yaitu eksistensi dari regu pembunuh Hindia Belanda, unit rahasia yang didirikan oleh pasukan intelijen kolonial untuk menumpas pejuang republik. Mengutip dari temuan sejarawan, Rémy Limpach dalam buku Tasten in het duister, kelompok ini menjadi simbol kekejaman perang yang disembunyikan selama puluhan tahun.
Baca juga: Alasan Bahasa Belanda di Indonesia Tak Bertahan Lama
Operasi Rahasia di Masa Revolusi
Unit khusus ini bergerak di bawah kendali intelijen dan keamanan militer Belanda (IVG) serta Brigade Keamanan Laut (VDMB). Mereka terdiri dari prajurit Belanda, Indo-Eropa, hingga orang Indonesia yang ditarik untuk memata-matai dan memburu pejuang republik. Operasi mereka paling aktif di Jawa Barat dan Jawa Timur, walaupun jejaknya juga ditemukan di Jawa Tengah serta Sumatera Barat.
Misi utama regu pembunuh adalah menghalau tokoh-tokoh yang dianggap berbahaya bagi kepentingan penjajah. Selain eksekusi, mereka juga melakukan penangkapan dan interogasi secara brutal terhadap masyarakat sipil yang dicurigai membantu Republik Indonesia. Meskipun bekerja di luar struktur resmi, banyak perwira tinggi Belanda yang mengetahui bahkan mendukung aksi mereka.
Kekejaman di Balik Intelijen KNIL
Limpach menerangkan bahwa praktik penyiksaan menjadi bagian dari operasi rutin, meskipun tidak diakui secara resmi. Pemukulan, setrum listrik, hingga kekerasan fisik menjadi metode utama dalam menggali keterangan dari tahanan. Pelaku jarang mendapat hukuman karena kekerasan tersebut dianggap bagian dari tugas.
Sebagian besar kekejaman dilakukan oleh KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger), yang lebih mengetahui kondisi sosial di Indonesia. Namun, kemampuannya dipertanyakan karena banyak tahanan memberikan kabar palsu akibat siksaan. Bahkan beberapa operasi gagal karena bocornya informasi ke pihak Republik, yang memiliki jaringan intelijen lebih kuat dan terorganisir hingga ke deretan masyarakat bawah.
Kekerasan dari Dua Belah Pihak
Meskipun pasukan intelijen Belanda melakukan kekerasan ekstrem, pihak Republik Indonesia pun tidak sepenuhnya bersih dari praktik sejenis. Beberapa anggota TNI melakukan penyiksaan kepada warga yang dianggap sebagai kolaborator Belanda. Namun, kekerasan ini terjadi dalam konteks perang demi mempertahankan kemerdekaan, bukan untuk melanggengkan kekuasaan kolonial.
Lebih dari tujuh dekade kemudian, kisah regu pembunuh ini tetap menjadi peringatan bahwa perang selalu meninggalkan sisi kelam. Fakta-fakta yang diungkap oleh sejarawan seperti Limpach ini menjadi pengingat agar sejarah kekejaman perang kolonial tidak kembali terulang dalam bentuk apa pun.
Baca juga: Makna dan Kontroversi Istilah Bersiap di Indonesia
Nah Warginet, kisah regu pembunuh Hindia Belanda menandakan betapa kompleks dan kelamnya perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dari sejarah ini, kita belajar bahwa kemerdekaan dibayar mahal oleh darah dan penderitaan banyak rakyat. Semoga generasi sekarang mampu menjaga nilai-nilai kemanusiaan agar tragedi serupa tidak lagi terulang.
Source: National Geographic Indonesia
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.