Beranda Identitas Orang Maluku di Belanda dan Sejarah Pengasingannya
ADVERTISEMENT

Identitas Orang Maluku di Belanda dan Sejarah Pengasingannya

5 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Identitas Orang Maluku di Belanda dan Sejarah Pengasingannya, Source: wikipedia.org

Perjalanan orang Maluku di Belanda dari pengasingan 1951 hingga pembentukan identitas lintas generasi yang terus berkembang dalam masyarakat multikultural.

Perjalanan orang Maluku di Belanda bermula dari pengasingan pada 1951 yang berubah menjadi lintasan hidup panjang bagi empat generasi komunitas tersebut di negeri baru. Transisi antargenerasi membuat identitas mereka terus meningkat mengikuti dinamika sosial dan sejarah yang mereka hadapi.

Baca juga: Fakta Banyaknya Diaspora Indonesia di Negeri Kincir Angin

Awal Kedatangan Maluku

Lebih dari dua belas ribu mantan tentara KNIL asal Maluku datang bersama keluarga mereka pada 1951, serta ditempatkan di kamp-kamp terpisah yang menjaga harapan kembali ke tanah kelahirannya. Masa tinggal sementara itu perlahan berubah saat mereka pindah ke permukiman baru pada 1960–1970-an.

Generasi kedua hidup dengan identitas berlapis karena mereka mewarisi cita-cita RMS, namun tetap hidup dalam pendidikan serta pekerjaan di Belanda. Eksekusi Presiden RMS, Chris Soumokil pada 1966 hingga gelombang keadilan sosial global turut membangkitkan kesadaran politik generasi muda tersebut.

Ketegangan Sosial Politik

Aksi penyanderaan di Wijster pada 1975 dan De Punt pada 1977 mengguncang hubungan komunitas Maluku dengan warga Belanda, sehingga melahirkan jarak sosial yang cukup mendalam. Namun setelahnya muncul perubahan kebijakan yang mulai memberikan ruang lebih besar bagi citra komunitas tersebut.

Evakuasi keras di Vaassen pada 1976, mendorong perhatian baru terhadap pendekatan kelembagaan serta ruang budaya bagi komunitas Maluku. Inisiatif seperti Moluccan Moods pada 1982–1984, membuka jalan bagi ekspresi identitas melalui seni dan musik di area publik Belanda.

Identitas Antargenerasi

Sejak akhir 1980-an, batas antara dunia politik dan keseharian komunitas Maluku mulai meredup, sehingga mereka membentuk cara baru untuk menjaga sejarah tetap hidup. Kelompok pemuda, peringatan budaya, hingga karya seni menjadi sarana penting untuk mempertahankan memori kolektif.

Generasi ketiga melihat ulang warisan mereka dengan lebih percaya diri, melalui seni dan aktivisme sosial yang memperkaya wawasan identitas Maluku. Generasi keempat kemudian menilai identitas sebagai proses dinamis yang dibentuk oleh pendidikan, media digital, hingga ingatan keluarga dalam kehidupan modern.

Baca juga: Alasan Bahasa Belanda di Indonesia Tak Bertahan Lama

Nah Warginet, perjalanan orang Maluku di Belanda memperlihatkan bahwa identitas dapat tumbuh kuat melalui ketahanan, ingatan kolektif, hingga kreativitas lintas generasi. Kisah panjang tersebut menjadi contoh penting bagi warga diaspora tentang cara menghadapi sejarah sekaligus menyusun masa depan.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.