Keren! 14 Juni 1927, Soepomo Lulus Ujian Sarjana Hukum dari Leiden
Pada 14 Juni 1927, sebuah nama dari tanah Jawa mencatat sejarah di jantung akademik Eropa: Soepomo dinyatakan lulus dari Universiteit Leiden, Belanda, sebagai sarjana hukum dengan predikat summa cum laude. Prestasi gemilang itu tidak hanya membuktikan kepiawaian intelektualnya, tetapi juga menjadikan Soepomo sebagai salah satu putra bangsa yang paling cemerlang di era kolonial.
Tak berhenti di sana, Soepomo juga dianugerahi penghargaan tertinggi dari Universitas Leiden, dikenal dengan nama "Gajah Mada", sebuah simbol penghormatan terhadap kecemerlangan akademik dan komitmen terhadap studi ketatanegaraan.
Menurut sejarawan ternama Harry A. Poeze, Soepomo juga meraih dua hadiah uang dari Leidsch Universiteits-Fonds, masing-masing sebesar f750 dan f500, yang diberikan setiap tahun kepada lulusan doktoral dengan nilai terbaik. Angka tersebut sangat besar pada masa itu, mencerminkan pengakuan luar biasa atas pencapaian seorang mahasiswa Hindia Belanda di tengah dominasi akademisi Eropa.
Dari Meja Kuliah ke Meja Perundingan Bangsa
Setelah kembali ke tanah air, Soepomo tak hanya membawa ijazah bergengsi. Ia membawa visi besar tentang negara dan hukum yang berakar pada nilai-nilai kebersamaan bangsa Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Soepomo dipercaya menjadi Menteri Kehakiman dalam Kabinet pertama Republik Indonesia, yaitu Kabinet Sukarno-Hatta.
Peran Soepomo tidak hanya administratif. Ia juga berperan aktif dalam perumusan dasar negara. Bersama Bung Karno dan Mohammad Yamin, Soepomo dikenal sebagai "Tiga Serangkai Perancang UUD 1945". Ia mempelopori konsep negara integralistik, di mana negara bukan sekadar wadah hukum, melainkan pemersatu seluruh elemen bangsa dalam semangat kolektif.
Baca Juga: Tahukah Kamu? Soekarno Hampir Diangkat Menjadi Nabi Loh!
Di Garis Depan Diplomasi Kemerdekaan
Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Soepomo turut serta dalam berbagai perundingan penting dengan Belanda, termasuk Perjanjian Renville (1948), Roem-Royen (1949), dan Konferensi Meja Bundar (KMB, 1949). Dalam forum-forum itulah ia memainkan peran sebagai negarawan ulung, mewakili kepentingan republik dengan kecerdasan dan keteguhan.
Ketika bentuk negara berganti menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), Soepomo kembali ditunjuk sebagai Menteri Kehakiman, menunjukkan kepercayaan penuh terhadap integritas dan kemampuannya dalam urusan hukum dan kenegaraan.
Warisan yang Tak Terhapuskan
Soepomo wafat pada 12 September 1958, namun warisannya hidup dalam setiap lembar konstitusi dan sistem hukum yang kita anut hingga hari ini. Namanya diabadikan sebagai Pahlawan Nasional, dan pemikirannya tetap menjadi referensi penting dalam kajian ketatanegaraan Indonesia.
Dari ruang kuliah di Leiden hingga meja perundingan diplomatik, dari sidang BPUPKI hingga kerja sunyi di balik konstitusi—Soepomo adalah sosok yang menjahit nadi hukum bangsa dengan benang-benang gagasan luhur. Seorang intelektual sejati, negarawan berdedikasi, dan pahlawan dalam makna paling utuh.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.