Kesenian Badeng, Media Dakwah Islam Asal Malangbong


Sejak jaman dulu, para wali menyebarkan agama Islam melalui banyak cara dengan salah satunya adalah kesenian. Media penyebaran Islam di Garut pun salah satunya menggunakan kesenian yaitu kesenian Badeng yang berasal dari Desa Sanding, Kecamatan Malangbong. Badeng ini merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musik utamanya.

Sejarah Kesenian Badeng

Kesenian Badeng ini sudah ada sejak tahun 1800 yang diciptakan oleh seorang tokoh penyebar agama Islam bernama Afraen Nursaen yang berasal dari Banten dan menetap di Desa Sanding, Malangbong Garut. Beliau terkenal dengan sebutan Lurah Acok.

Lurah Acok berpikir, bagaimana caranya agar agama Islam dapat menyebar luas di masyarakat yang mana pada saat itu masih asing sekali. Ketika sedang menyusuri suatu perkampungan di daerah Malangbong, beliau menemukan suatu benda yang bentuknya panjang bulat terbuat dari bambu serat.

Beliau membawa benda tersebut ke rumahnya dan membuat suatu alat yang dapat mengeluarkan bunyi. Pada saat yang bersamaan, Lurah Acok juga megumpulkan para santri. Mereka mendapat instruksi untuk membuat alat serupa dengan bambu tua yang tersedia pada area padepokan. Santri itu menyusun bambu tersebut sehingga menghasilkan suara yang unik.

Fungsi Kesenian Badeng

Setelah selesai membuatnya, bambu itu dipakai untuk berkeliling desa sebagai medium dakwah untuk mengiringi para santri berkidung melalui naskah sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Mulai saat itu juga, Lurah Acok dan para santri setiap harinya berkeliling mengumpulkan tokoh masyarakat, umara, dan tokoh-tokoh santri untuk berkumpul dan bermusyawarah.

Tentu saja dengan memasukkan ajaran agama Islam dengan membawakan lagu sholawat dan sunda buhun. Isi syairnya mengajak kepada masyarakat untuk masuk agama Islam.

Ketika terdapat konflik, Badeng ini menjadi medium penengah melalui suara tetabuhan yang mengandung pesan Islami serta nasihat-nasihat baik. Nama Badeng atau Bahadrang (dalam penyebutan sunda) artinya musyawarah atau berunding melalui alat kesenian.

Adapun alat-alat kesenian Badeng tersebut terdiri dari:

  • Dua buah angklung kecil bernama roel yang artinya bahwa dua pimpinan pada waktu itu antara kaum ulama dan umara (pemerintah) harus bersatu. Dalang sebagai pemegang dari alat ini.
  • Dua buah dogdog lonjor ujungnya simpay lima yang artinya menandakan bahwa di dunia ini ada siang dan ada malam, laki-laki dan perempuan. Ada dua orang simpay lima yang memegang alat ini yang mempunyai arti rukun islam.
  • Tujuh buah angklung agak besar yang tediri dari: angklung indung, angklung kenclung dan angklung kecer yang menyesuaikan dengan nama-nama hari. Ada empat orang yang memegang alat ini.

Sampai saat ini, kesenian Badeng masih ada sebagai alat hiburan untuk menyambut tamu-tamu besar, perayaan, mauludan, khitanan, hajat dan sebagainya.

  • -

0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka