Beranda Mengapa Garut Terkenal dengan Tukang Cukur? Begini Faktanya!
ADVERTISEMENT

Mengapa Garut Terkenal dengan Tukang Cukur? Begini Faktanya!

4 jam yang lalu - waktu baca 3 menit
Mengapa Garut Terkenal dengan Tukang Cukur? Begini Faktanya!

Garut disebut sebagai kota pencetak tukang cukur unggul karena perpaduan sejarah panjang, serta jaringan komunitas dan pendidikan tukang cukur yang kuat. 

Terdapat barbershop atau tempat cukur yang terkesan dengan harga murah dan terjangkau sudah tersebar di Jawa Barat. Nama dari tempat-tempat itu biasanya dikenal Asgar yang merupakan nama singkatan dari Asli Garut. Nama Asgar ini sudah memiliki nilai jual dan kredibilitas yang sudah dipercayai oleh kalangan masyarakat.

Bermula dari tahun 1930-an, Haji Idi sudah dikenal sebagai seorang tukang cukur yang berasal dari Banyuresmi. Keahliannya dipercaya oleh orang-orang Belanda di Garut untuk merapikan rambut mereka. Dari situ, tradisi tukang cukur tumbuh secara turun-temurun dalam keluarga dan komunitas Garut, khususnya di kawasan Banyuresmi.

Pada era 1949–1950-an, konflik DI/TII memicu gelombang pengungsian warga Garut ke berbagai daerah, terutama ke kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Banyak warga memilih menjadi tukang cukur sebagai mata pencaharian yang mudah dimulai, membutuhkan modal minimal, dan laku di mana saja. Mereka bekerja keliling, membuka tenda sederhana, hingga akhirnya membuka praktek tetap di kota-kota besar.

Baca Juga: Melestarikan Budaya: Ini Kesenian Khas Garut yang Masih Eksis Hingga Saat Ini!

Evolusi Tukang Cukur Garut dari Masa ke Masa

Perjalanan tukang cukur dari Garut bukanlah sesuatu yang instan. Sebagaimana yang disebutkan dalam artikel Infogarut sebelumnya, ada proses panjang dan perubahan zaman yang membentuk keterampilan mereka hingga dikenal luas seperti sekarang. Secara garis besar, perkembangan profesi ini dapat dilihat melalui tiga fase penting.

Era pertama dimulai sekitar tahun 1930 hingga 1950-an. Pada masa ini, peralatan cukur masih hanya menggunakan alat sederhana, seperti sisir, pisau cukur dan gunting. Keahlian murni dari tangan dan ketelitian menjadi andalan utama. Pelayanan dilakukan di emperan pasar, teras rumah, atau dengan membuka kios kecil yang sangat sederhana. Meskipun peralatannya terbatas, kepercayaan masyarakat mulai tumbuh karena sentuhan khas dan ketelatenan mereka.

Memasuki era kedua, yakni sekitar tahun 1950 hingga 1980-an, para tukang cukur Garut mulai beradaptasi dengan teknologi. Mesin cukur modern mulai dikenal dan digunakan secara luas. Hal ini membantu mempercepat proses potong rambut serta memberikan hasil yang lebih rapi dan konsisten. Di masa ini juga, banyak dari mereka mulai merantau ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Bekasi. Banyak masyarakat garut yang menggantungkan hidupnya pada profesi ini.

Lalu tibalah era ketiga, dimulai dari tahun 1980-an hingga sekarang. Mereka tidak hanya mengandalkan alat, tetapi tetap menjaga nilai-nilai pelayanan, komunikasi yang hangat dengan pelanggan, dan ketelitian dalam bekerja. Untuk itu, tidak sedikit dari para tukang cukur Asgar itu membuka atau mengikuti pelatihan untuk meneruskan dan mengembangkan profesi ini.

Perubahan demi perubahan ini menunjukkan bahwa tukang cukur Garut, atau yang akrab disebut “Asgar”, mampu beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan jati diri. Kombinasi antara keterampilan tradisional dan sentuhan modern inilah yang membuat mereka tetap bertahan dan dihormati hingga kini.

Baca Juga: Jalan-Jalan ke Garut? Jangan Lewatkan, Ini Minuman Khas yang Unik dan Legendaris

Komunitas dan Sekolah Tukang Cukur Asgar

Kekuatan tukang cukur Garut tidak hanya soal keterampilan, namun juga struktur sosial yang mendukung. Dilansir dari IniJabar, terdapat dua macam upaya untuk mempertahankan ciri khas tukang cukur Garut ini, antara lain:

  • PPRG (Komunitas Persaudaraan Pangkas Rambut Garut) dengan anggotanya yang sudah lebih dari 2.000 orang. Komunitas ini mempererat sinergi, berbagi teknik, hingga menjaga tradisi.

  • Sekolah pangkas rambut Banyuresmi: Dikelola oleh Abah Atroxs, sekolah ini memberikan pelatihan praktik dan etika hingga 30 pertemuan , termasuk praktik gratis di sekolah-sekolah lokal. Lulusan sekolah ini mudah diserap pasar, terutama di area Jabodetabek.

Jika warginet melihat barbershop dengan embel-embel "Asgar", bisa jadi tukang cukurnya membawa tradisi keahlian dan profesionalisme dari Garut, bukan hanya sekadar potong rambut, tapi warisan budaya yang terus hidup.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.