Beranda Mengenal Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Ekonomi Kreatif di Kampung Adat Pasir Garut Melalui Batik Pasiran
ADVERTISEMENT

Mengenal Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Ekonomi Kreatif di Kampung Adat Pasir Garut Melalui Batik Pasiran

11 jam yang lalu - waktu baca 4 menit
Mengenal Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Ekonomi Kreatif di Kampung Adat Pasir Garut Melalui Batik Pasiran. (Source: Instagram/@the.nomaficmaind)

Kampung Adat Pasir memiliki warisan budaya yang tak lelang oleh waktu, di mana Batik Pasiran yang masih sangat eksis menjadi ekonomi kreatif yang terus berkembang.

Di kaki lereng pegunungan Samarang, Kabupaten Garut, sebuah desa kecil bernama Kampung Adat Pasir, tepatnya di Desa Cintakarya, Kecamatan Samarang yang menyimpan kisah perubahan lewat sehelai kain batik. Di tempat ini, Batik Pasiran lahir bukan hanya sebagai produk kerajinan, melainkan juga medium ekspresi budaya dan penggerak ekonomi kreatif masyarakat adat.

Batik Pasiran bukan sekadar motif hiasan, melainkan adanya setiap goresan lilin, tiap garis dan titik motif, merekam relasi antara manusia dan alam sekitar. Dalam sebuah penelitian, menunjukkan bahwa motif Batik Pasiran menggambarkan keharmonisan masyarakat Kampung Pasir dengan lingkungan, dicirikan dengan adanya unsur bambu, padi, air, ikan, dan flora-fauna lokal menjadi elemen visual yang sarat makna. 

Disebutkan juga bahwa di balik keindahan visual, motif-motif Batik Pasiran punya struktur matematis, yakni transformasi geometri, pola simetri, dan pengulangan yang memperkuat bahwa motif batik ini tidak sekadar estetika, tapi berpijak pada sistem berpikir lokal yang terpola rapi. 

Batik Pasiran relatif baru sebagai usaha kreatif di kampung adat ini. Pada Juli 2019, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut menginisiasi pelatihan membatik untuk warga Kampung Pasir, membekali teknik batik tulis dan cap, termasuk pewarna alam.  

Baca Juga: 5 Motif Batik Khas Jawa Barat dan Filosofi Dibaliknya

Saat itu, langkah-langkah dasar seperti menggambar motif, mencap, serta pewarnaan diajarkan langsung oleh instruktur dari Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta. 

Hasilnya tidak sekadar teknik baru, terdapat kapasitas keterampilan masyarakat meningkat. Dalam penelitian pendampingan batik kreatif di Kampung Pasiran, metode mentoring dan evaluasi memperlihatkan peningkatan pengetahuan signifikan di antara peserta pelatihan yang berjumlah 19 orang setelah pendampingan. 

Hasilnya tidak sekadar teknik baru, kapasitas keterampilan masyarakat meningkat. Terdapat juga metode mentoring dan evaluasi memperlihatkan peningkatan pengetahuan signifikan di antara peserta pelatihan tersebut setelah pendampingan. 

Seiring pertumbuhan produksi, Batik Pasiran mulai ikut serta dalam pasar lebih luas. Motif-motif khas seperti Leuit Pare dan Mayang Kahuripan telah didaftarkan sebagai Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk melindungi desain asli karya masyarakat. 

Kelompok batik di Garut, termasuk Batik Pasiran, tercatat mampu mempertahankan produksi di tengah masa pandemi COVID-19. Salah satu contoh, batik tulis motif Leuit Pare dari Samarang yang dekat dengan Kampung Pasir ditawarkan dengan harga antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per helai, tergantung kerumitan motif. 

Meski demikian, beberapa tantangan tetap membayangi adanya keterbatasan pasar, pemasaran yang belum optimal, pendanaan modal kerja, serta regenerasi pengrajin muda agar Batik Pasiran tidak berhenti di generasi saat ini. 

Ekonomi kreatif menuntut bahwa produk budaya tidak hanya dijaga sebagai warisan, tapi juga dikelola sebagai komoditas bernilai tambah. Batik Pasiran menjadi bukti nyata bahwa identitas budaya lokal bisa dijadikan kekuatan ekonomi bila dikelola dengan strategi tepat seperti inovasi motif, kualitas produksi, branding, dan proteksi hak atas desain.

Baca Juga: Sejarah Hari Batik Nasional dan Peran Batik Garutan

Keterlibatan komunitas lokal dalam seluruh proses perancangan motif, pewarnaan, pemasaran menjadikan Batik Pasiran bukan produk dari luar masuk, melainkan produk dari dalam yang tumbuh. Model koperasi yang kini digunakan oleh ibu-ibu pembatik Kampung Pasir adalah contoh mekanisme kelembagaan lokal yang memungkinkan pembagian manfaat ekonomi. 

Keberadaan kegiatan budaya di Kampung Adat Pasir seperti Festival Kebudayaan Suraan, yang mengangkat Batik Pasiran sebagai bagian identitas lokal, memberi ruang apresiasi dan daya tarik bagi wisatawan. Festival tersebut juga menegaskan bahwa Batik Pasiran belum resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda menjadi sebuah status yang diusulkan agar pelestariannya lebih terjamin. 

Untuk memastikan Batik Pasiran tumbuh berkelanjutan, beberapa strategi bisa ditempuh:

  • Penguatan kapasitas pemasaran, seperti pemanfaatan platform digital, pemasaran nasional dan internasional, serta partisipasi dalam pameran ekonomi kreatif.

  • Regenerasi kader pengrajin dengan melibatkan generasi muda melalui pendidikan formal dan nonformal agar tradisi membatik terus berlanjut.

  • Pengembangan inovasi motif dan kolaborasi yang mengembangkan motif baru yang tetap berakar dari kearifan lokal, serta kolaborasi dengan desainer, institusi seni, dan merek untuk menghadirkan produk varian menarik.

  • Skema pendanaan dan insentif lokal menjadi akses modal mikro, kemitraan publik-swasta, insentif pemerintah daerah agar usaha batik menjadi lebih tahan terhadap tekanan ekonomi eksternal.

  • Pengakuan budaya dengan memperjuangkan pengakuan Batik Pasiran sebagai Warisan Budaya Tak Benda agar perlindungan hukum dan dukungan institusional makin kuat.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.