Pencak Silat Gadjah Putih, Warisan Budaya Bela Diri Asli Garut yang Perlu Dilestarikan
Pencak Silat Gadjah Putih bukan hanya sekadar perguruan bela diri, melainkan warisan budaya asli dari Garut yang kaya sejarah, filosofi, dan nilai moral.
Pencak Silat Gadjah Putih bermula lahir di garut dengan lembaga perguruan silat tradisional Sunda yang pertama kali hadir adalah Penncak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka. Perguruan ini didirikan oleh Maha Guru KH. Adji Djaenudin bin H. Usman pada tanggal 20 Mei 1959 di Kampung Gegerpasang, Desa Sukarasa, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut.
Sebelum mendirikan perguruan, KH. Adji Djaenudin sendiri sudah memiliki pengalaman panjang dalam dunia persilatan sejak tahun 1927. Ia menimba ilmu dari beberapa guru silat, seperti Mama H. Usman atau dikenal dengan Syahna Samarang, Endjam Djamhari dari Pangalengan, Mama Sa’i dari Cimindi Bandung, Embah Bi’in dari Bogor, serta guru‑guru lainnya di Jakarta.
Nama Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka memiliki makna simbolis yang mendalam, Gadjah Putih melambangkan kekuatan, kesucian, dan kebesaran hati. Satwa besar yang kuat namun putih, menggambarkan bahwa bela diri bukan hanya mengenai kekerasan, tapi juga kemurnian niat dan karakter.
Mega bermakna luhur, cita-cita tinggi dalam membela nusa, bangsa, berlandaskan Pancasila dan agama. Paksi mengandung arti kejujuran, ketegasan, perjuangan untuk keadilan dan kebenaran. Pusaka menunjukkan bahwa perguruan ini adalah warisan leluhur yang wajib dijaga agar tetap utuh dan lestari.
KH. Adji Djaenudin merumuskan empat bab ajaran dalam Gadjah Putih, yaitu jurus, langkah, ondean, dan kawinan, di mana kawin dalam arti teknik penyatuan gerak atau keharmonisan antar elemen gerak, sebagai inti praktik.
Baca Juga: Tari Merak: Pesona Kebudayaan Jawa Barat yang Memikat
Perkembangan Nilai Budaya dan Filosofinya
Seiring berjalannya waktu, Pencak Silat Gadjah Putih telah berkembang pesat tidak hanya di Garut, tetapi juga di Bandung dan berbagai daerah lain di Jawa Barat bahkan ke beberapa daerah Nusantara.
Gadjah Putih biasanya aktif dalam kegiatan kebudayaan dan sosial, seperti pertunjukan silat diikuti dengan iringan jurus, festival, latihan bersama, pembinaan atlet pencak silat, dan program wisata edukasi.
Desa Wisata Saung Ciburial di Garut menawarkan paket edukasi Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka yang memungkinkan wisatawan melihat pertunjukan, mengenal sejarah tokohnya, dan ikut belajar jurus silat secara langsung. Hal itu sebagai bentuk salah satu pelestarian yang dikembangkan.
Perguruan ini juga telah memiliki struktur organisasi, cabang‑ranting, dan latihan sabuk / ujian bagi peserta pemula sampai lanjutan.
Pencak Silat Gadjah Putih bukan hanya olahraga bela diri, tapi juga mengandung unsur budaya, filosofi, dan spiritual. Beberapa nilai yang diusung antara lain:
-
Pengembangan karakter: kejujuran, disiplin, rasa hormat, rendah hati. Motto seperti “Elmu Luhung Teu Adigung, Sakti Diri Teu Kumaki, Yakin Usik Kersaning Illahi” menekankan bahwa kemampuan bela diri harus disertai sikap moral dan kedekatan dengan nilai agama.
-
Identitas budaya Sunda / lokal: Jurus, nama, lambang, ritual, dan cara pelatihan Gadjah Putih terkait dengan budaya lokal Garut dan Sunda. Perguruan ini menjadi salah satu cara mempertahankan warisan tradisi yang khas daerah.
-
Ritual pendahuluan: Ada ritual Palakiah Palean Raga, ritual fisik dan spiritual yang dilakukan sebagai syarat sebelum latihan silat, yang termasuk praktik pijat, pengurutan, totokan untuk melenturkan tubuh dan mempersiapkan peserta secara lahir dan batin.
Baca Juga: Ragam Baju Adat Sunda yang Menjadi Simbol Budaya dan Kearifan Lokal
Tantangan dan Pentingnya Pelestarian Pencak Silat Gadjah Putih
Meskipun memiliki akar kuat dan organisasi yang aktif, Gadjah Putih menghadapi beberapa tantangan dalam pelestariannya sebagaimana yang dilansir dari laman Berita Silat, antara lain:
-
Keterbatasan Sarana & Prasarana
Beberapa perguruan/ranting menyebutkan kurangnya fasilitas seperti sound system, perlengkapan latihan, alat pertunjukan tradisional (kendang, gong, kempul) yang memadai.
-
Dukungan Pemerintah yang Belum Merata
Ada dukungan berupa pengakuan budaya dan wisata, tetapi untuk banyak perguruan lokal, terutama di tingkat desa atau kecamatan, bantuan dan anggaran belum selalu tersedia atau cukup.
-
Regenerasi dan Minat Generasi Muda
Persaingan dengan budaya populer luar, olahraga modern, dan media digital membuat perhatian generasi muda terhadap seni silat tradisional bisa tergeser jika tidak dibarengi pendekatan yang relevan.
-
Standarisasi dan Keseragaman Ajaran
Karena perguruan memiliki beberapa cabang dan ranting, variasi dalam pelatihan, style jurus, nama gaya, bisa berbeda-beda. Hal ini bisa menjadi kekayaan, tapi juga tantangan agar kualitas tetap terjaga dan tidak terjadi miskomunikasi.
Baca JugaMelestarikan Budaya: Ini Kesenian Khas Garut yang Masih Eksis Hingga Saat Ini!
Melestarikan Pencak Silat Gadjah Putih memiliki manfaat yang luas, antara lain:
-
Mempertahankan identitas budaya lokal: Gadjah Putih adalah bagian dari identitas Garut dan Sunda serta menjaga keberadaannya berarti menjaga keragaman budaya Indonesia.
-
Pengembangan karakter bangsa: Melalui silat, nilai-nilai seperti disiplin, toleransi, kerja keras, dan hormat dapat disalami dalam diri pesilat sejak kecil.
-
Potensi wisata dan ekonomi kreatif: Melalui paket wisata edukasi, atraksi, dan pertunjukan, silat Gadjah Putih dapat menjadi daya tarik wisata budaya. Ini membantu ekonomi lokal serta membuka peluang pekerjaan dan usaha kreatif.
-
Warisan budaya tak benda: Pencak silat secara keseluruhan sudah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan UNESCO, seperti halnya Pencak Silat Gadjah Putih yang ikut menyumbang pada keragaman dan kekayaan warisan ini.
Baca Juga: Bahasa Sunda Jadi Warisan Budaya yang Berpotensi Mendunia
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan agar Pencak Silat Gadjah Putih agar tetap hidup dan berkembang:
-
Peningkatan dukungan infrastruktur dan fasilitas: Pemerintah daerah dan lembaga budaya bisa menyediakan tempat latihan, panggung pertunjukan, alat musik tradisional, perlengkapan silat.
-
Program regenerasi: Memasukkan silat ke sekolah-sekolah lokal, menyelenggarakan lomba/laga antar perguruan, memotivasi milenial untuk belajar.
-
Pelibatan wisata dan budaya: Penggunaan silat Gadjah Putih dalam paket wisata budaya, festival budaya lokal, sehingga tidak hanya sebagai olahraga tapi pengalaman budaya.
-
Dokumentasi dan penelitian: Pengarsipan sejarah, film dokumenter, buku, penelitian akademis agar tidak hilang ditelan zaman.
-
Standarisasi internal: Memastikan kualitas jurus, pelatihan, kode etik, agar tiap cabang/ranting mempertahankan standar yang diakui agar nama dan kualitas perguruan tetap dipercaya.
Keberadaan Pencak Silat Gadjah Putih ini memperkuat identitas budaya Sunda dan memupuk karakter bangsa. Untuk itu, pelestarian Gadjah Putih sangat penting melalui dukungan semua elemen masyarakat, perguruan, dan pemerintah. Bila tidak terus diperhatikan, ada risiko bahwa keunikan dan nilai-nilai luhur yang dibawa tersebut akan terlupakan di tengah arus modernisasi.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.