Prasasti Cikapundung, Peninggalan Kerajaan Sunda yang Kini Hampir Tenggelam
Prasasti Cikapundung menjadi saksi Kerajaan Sunda abad ke-11. Kini, peninggalan bersejarah itu nyaris tak terlihat di tengah padatnya Kota Bandung.
Warginet, di tengah hiruk-pikuk Kota Bandung yang terus berkembang, terselip sebuah peninggalan sejarah yang nyaris terlupakan: Prasasti Cikapundung. Batu bertulis ini diyakini berasal dari abad ke-11, peninggalan masa kejayaan Kerajaan Sunda. Sayangnya, seiring pembangunan yang tak berhenti, keberadaan prasasti ini makin terhimpit bahkan nyaris tenggelam dalam dinding beton dan gemuruh kota.
Baca juga: Yuk Nostalgia Permainan Tradisional yang Seru di Era Gempuran Gadget
Lokasi prasasti ini tidak berada di museum atau kawasan heritage yang mudah dikenali. Ia terletak di tepi Sungai Cikapundung, tersembunyi di balik dinding penahan yang dibangun saat proyek penataan sungai. Dulu, batu ini berdiri cukup terbuka dan menjadi bagian dari ruang publik. Namun sejak proyek revitalisasi besar-besaran yang mengubah kawasan itu menjadi ruang wisata, prasasti ini tak lagi mudah terlihat oleh publik. Bahkan sebagian besar masyarakat Bandung pun tidak mengetahui keberadaannya.
Prasasti ini sendiri sangat penting dalam menelusuri sejarah tatanan politik dan sosial Kerajaan Sunda. Tulisan yang tertera di permukaannya menggunakan aksara Kawi, yang jika diterjemahkan, memuat kutukan terhadap siapa pun yang merusak wilayah tersebut. Isi prasasti ini menandakan bahwa tempat ditemukannya merupakan kawasan sakral, semacam hutan larangan atau wilayah perlindungan pada masa itu. Maknanya lebih dari sekadar batu; ini adalah dokumen kuno yang merekam cara pandang masyarakat terdahulu terhadap ruang, kekuasaan, dan lingkungan.
Kini, keberadaan prasasti ini tidak mendapat perhatian khusus dari otoritas kota. Tak ada papan informasi yang menjelaskan nilai historisnya, bahkan lokasi pastinya pun tidak mudah diakses oleh publik biasa. Hal ini menimbulkan keprihatinan dari para pemerhati sejarah dan arkeolog. Mereka menilai bahwa warisan budaya seperti ini seharusnya mendapat perlindungan yang lebih ketat, sekaligus menjadi bagian dari pendidikan sejarah lokal.
Di sisi lain, Warginet, ini menjadi refleksi bagi kita semua. Ketika kota berkembang, apakah kita juga ikut mengingat akar-akar sejarahnya? Apakah ruang-ruang warisan seperti Prasasti Cikapundung hanya akan jadi latar belakang tak berarti dalam arsitektur modern? Atau justru bisa diangkat kembali sebagai bagian dari identitas kota dan bangsa?
Baca juga: Java Preanger Pernah Jadi Kopi Terbaik di Dunia, Ini Fakta Menariknya
Kondisi ini menyadarkan bahwa pelestarian tidak cukup hanya dengan menyimpan benda-benda kuno. Lebih penting dari itu, adalah bagaimana menghadirkan kembali narasi dan makna dari peninggalan sejarah itu kepada generasi sekarang. Kita tidak bisa menjaga sesuatu yang bahkan tak kita kenal.
Prasasti Cikapundung mungkin kini tertutup oleh tembok dan waktu, tapi ia masih menyimpan kisah besar tentang Kerajaan Sunda, tentang hubungan manusia dengan alam, dan tentang bagaimana sebuah masyarakat dulu menjaga ruang sakralnya. Tugas kita hari ini adalah memastikan kisah itu tidak ikut tenggelam.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.